Saturday, November 21, 2009

Kemacetan Medan dekati titik jenuh

Tuesday, 17 November 2009 07:38

WASPADA ONLINE

MEDAN - Kemacetan lalu lintas di kota Medan sudah mendekati titik jenuh kenderaan mencapai 0,7 sampai 0,8. Kondisi ini sudah terjadi di ruas jalan tertentu, antara lain, di ruas Jalan Iskandar Muda dan Jalan Balai Kota.

“Jika persoalan lalu lintas ini tidak ditangani segera, maka 5-10 tahun ke depan, kemacetan mencapai titik jenuh total. Artinya, kendaraan sulit bergerak,” kata analis transportasi dari Universitas Sumatera Utara (USU), Sofyan Asmirza S, tadi malam.

Menurut Sofyan, kemacetan lalu lintas yang telah mengancam masyarakat kota ini disebabkan karena transportasi semakin padat. Sementara prasarana jalan dan dana pembangunan infrastruktur terbatas dari pemerintah. Untuk itu, lanjutnya, harus ada pengaturan yang lebih jelas. Sofyan mengatakan, paling tidak ada lima langkah yang harus dilakukan oleh Pemko Medan. Pertama, harus ada koordinasi sistem angkutan umum Medan Binjai Deliserdang Karo (Mebidangro) yang terintegrasi dan bisa dikendalikan.

Misalnya, perlu dibangun infrastruktur rel kereta api yang menghubungkan daerah-daerah pinggiran kota, sehingga orang yang ingin ke kota tidak harus berduyun-duyun menggunakan kendaraan masuk ke kota, melainkan cukup menggunakan sarana kereta api. Kedua, trayek transportasi umum harus diatur kembali. Kebijakan ini, lanjutnya, sangat berat dilakukan karena tidak hanya berdampak teknis tetapi berdampak sosial. Kebijakan dalam bentuk perampingan trayek ini, ujarnya, sudah pasti mengurangi jumlah angkot dan tenaga kerja.

Begitu pun, katanya, perampingan trayek ini harus dilakukan karena 10 tahun ke depan, kota ini mengalami kemacetan dengan titik jenuh kendaraan yang luar biasa. Untuk itu, lanjutnya, perampingan trayek harus dilakukan 5-10 tahun ke depan.

Beberapa sarana jembatan layang (fly over) yang sudah ada seperti di Amplas, Pulo Brayan dan akan rencananya dibangun di Jalan Jamin Ginting, Pondok Kelapa dan Kampung Lalang, menurut Sofyan, hanya menyelesaikan kemacetan di spot tertentu saja atau fly over hanya menyelesaikan kemacetan di tempat itu. Tidak terintegrasi di lokasi lain.

Ketiga, melakukan pengaturan manajemen waktu dan penggunaan jalan. Misalnya, jam sekolah. Pemko bisa mengatur jam masuk sekolah yang lebih cepat, sehingga tidak terjadi penumpukan kendaraan seperti yang dilakukan di Jakarta. Selain itu, lanjutnya, bisa membuat pengaturan plat mobil yang masuk ke kota pada waktu tertentu.

Keempat, Pemko harus membenahi terminal dan fasilitas yang berkaitan dengan angkutan umum, antara lain, kondisi fisik kendaraan, tempat berhenti maupun menunggu angkot. Kelima, Pemko harus memikirkan persoalan lalu lintas dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Misalnya, dalam pemberian izin mendirikan bangunan seperti membuka lokasi perumahaan dan pertokoan, lanjutnya, Pemko jangan hanya mengeluarkan SIMB tetapi harus memikirkan dampak lalu lintasnya dalam sebuah tata ruang. Kondisi saat ini, katanya, Pemko hanya mengeluarkan SIMB tetapi tidak memikirkan dampak lalu lintas.

Sofyan pengajar di Fakultas Teknik USU mengakui, dari beberapa hal di atas, yang paling mudah dan bisa segera dilakukan adalah poin kelima dan keempat. Paling tidak dapat mengurangi kejenuhan kendaraan menjadi 0,5 pada 10 tahun ke depan.

Penambahan kendaraan tidak terkendali setiap tahun yang tidak sejalan dengan pertumbuhan jalan, hanya nol persen, juga diakui kepala Seksi Angkutan Dishub Medan, Edu Pakpahan. Untuk angkutan umum terjadi kenaikan 11 persen per tahun. Sedangkan penambahan sepeda motor 11,96 dari tahun lalu.

Akibatnya, kota Medan diliputi kemacetan lalu lintas yang semakin parah. Dishub mencatat jumlah angkutan umum tahun 2007 sudah mencapai 1.425.943 unit. Rinciannya, mobil penumpang sebanyak 189.157 unit, gerobak 120.328 unit, bus 12.751 unit. Sementara itu, sepeda motor mencapai 1.103.707 unit ditambah becak bermotor 26.500 unit.(dat02/waspada)

Kapoltabes: Angka kecelakaan didominasi sepeda motor

Sunday, 22 November 2009 08:51

KIKI SAFITRI WASPADA ONLINE

MEDAN – Kepala Kepolisian Kota Besar (Kapoltabes) MS, Kombes Pol Imam Margono, mengatakan, angka kecelakaan di kota Medan didominasi oleh para pengendara sepeda motor. Hal itu, seiring dengan pertumbuhan kenderaan roda dua itu, sehingga membuat arus lalu lintas menjadi padatnya.

“Kecelakaan itu terjadi pada pemakai sepeda motor, karena kurangnya menjaga keselamatan dan tidak mematuhi aturan lalu lintas,” katanya, pagi ini.

Berbicara pada sosialisasi safety riding, Kapoltabes menyebutkan, berdasarkan catatan kepolisian bahwa setiap tahun 200 nyawa melayang yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas.

" Saat ini berdasarkan laporan data yang ada angka kecelakaan 200 orang meninggal dalam kecelakaan setiap tahunnya dijalan raya,sehingga dalam hal perlu kiranya mematuhi aturan lalu lintas.Tidak hanya itu kelengkapan dalam memakai sepeda motor juga harus ditaati demi keselamatan," paparnya.

Disatu sisi, Kasalantas Poltabes Medan,Kompol Sabilul Alief, mengatakan dengan adanya kegiatan safety riding, agar masyarakat dapat mengerti, dan memahami aturan berkenderaan.

Dikatakan, saat ini banyak yang belum mengetahui peraturan berlalu lintas, serta cara berkenderaan dengan baik, sehingga setiap tahunya terjadi 400 pelanggaran lalu lintas dengan angka kecelakaan 200 orang meninggal.

"Angka ini bisa meningkat untuk itulah dibutuhkan sebuah teroboson dalam mengatasi hal ini.Saat ini Undang-undang yang baru telah ada,dengan titik berat hukuman lebih besar dari Undang-undang sebelumnya,"katanya.

Sedangkan, Arifin Posmadi selaku General Manager CV Indako Trading Co mengatakan, kegiatan "Honda Fiesta" merupakan perayaan produksi motor Honda ke-25 juta di Indonesia dan bentuk rasa terima kasih Honda kepada masyarakat Indonesia sebagai konsumen yang telah memberi kepercayaan kepada Honda selama hampir 40 tahun.

“Semuanya ini tidak terlepas karena di Indonesia, Honda menjadi produsen sepeda motor pertama yang mampu memproduksi motor sebanyak 25 juta unit bahkan juga pertama kali di ASEAN. Hal ini menjadi dasar dan juga sebagai bentuk apresiasi kepada konsumen Honda, khususnya masyarakat Sumatera Utara dalam hal ini Kota Medan,” katanya.
(wol22/wol-mdn)

Tuesday, November 3, 2009

JALUR SEPEDA Menuju Kultur Hidup Sehat



Bersamaan dengan dibangunnya angkutan umum massal berbasis bus atau bus rapid transit (BRT) Metrobus, Mexico City pun membangun jalur sepeda. Trek sepeda ini dibangun di antara taman, hutan kota, dan pusat-pusat bisnis di kota itu.

Senin, 2 November 2009 |Oleh Pascal Bin Saju
KOMPAS.com - Pada saat naik Metrobús di Mexico City, pekan lalu, dari dalam bus tampak mencolok sebuah jalur khusus bercat merah di tengah jalan raya yang padat kendaraan. Jalur selebar dua meter itu kadang- kadang melintasi median jalan, bahu jalan, taman, bahkan trotoar atau pedestrian. Jalur khusus itu tidak lain adalah jalur sepeda atau bicicleta. Di setiap persimpangan jalur terpasang rambu tanda larang bagi kendaraan lain, kecuali pejalan kaki dan pesepeda. Jalur itu tampak lengang, hanya sesekali beberapa orang bersepeda melintas.

Meski jalan macet, tidak ada satu pun pengendara mobil atau motor menerobos jalur sepeda— sama seperti terhadap jalur Metrobús. Selain dibangun paralel dengan jalan utama, jalur sepeda juga menyeberangi jalan raya yang padat lalu lintasnya atau melintasi tanjakan jembatan. Jalur ini menembus pusat bisnis, perkantoran, permukiman, taman, dan hutan kota. Pemerintah juga menjamin keselamatan pengendara dan penggemar olahraga bersepeda dengan sterilisasi jalur.

Mexico City memiliki sekitar 7,4 kilometer jalur sepeda. Kompas berkesempatan mencoba menikmati kenyamanan jalur sepeda ini dengan mengayuh sejauh lebih kurang lima kilometer melintasi pusat-pusat bisnis, perkantoran, permukiman, taman, dan hutan kota. Jalur sepeda dibangun dengan mengambil ruas jalan yang sebelumnya buat kendaraan bermotor. Ketika sudah menjadi jalur sepeda, di setiap ujung jalur diberi rambu atau penanda bergambar orang sedang berjalan dan sepeda. Artinya, jalur itu dikhususkan bagi pesepeda dan pejalan kaki.

Dhyana Quintanar Solares, Koordinator Strategi Mobilitas Sepeda—berada di bawah Badan Pengendali Lingkungan Hidup Mexico City—mengatakan, pemerintahnya berambisi membangun jalur baru. Pada tahun 2010 akan dibangun tiga jalur baru lagi dengan panjang total 21,2 kilometer. Pemerintah Guadalajara, kota terbesar kedua setelah Mexico City berpenduduk 4 juta orang, memutuskan membangun jalur sepeda paralel dengan Koridor II Macrobus. Pembangunan Koridor II dan jalur sepeda sepanjang 16 kilometer (10 mil darat) dimulai akhir Oktober atau awal November 2009.

Jumlah warga Mexico City yang mengendarai sepeda ke tempat kerja dan sekolah cukup banyak. Menurut Dhyana, pada tahun 2007 ada 100.024 orang per hari atau 1 persen dari total 12,11 juta perjalanan per hari saat itu. Pembangunan jalur sepeda di Mexico City akan dilakukan seiring penambahan koridor baru Metrobús. Guadalajara akan melakukan hal serupa pada saat menambah koridor Macrobús. Tidak cukup membangun BRT dan MRT. Harus ada juga jalur sepeda.

Sejak dibangun hingga sekarang, jalur sepeda di Mexico City memang belum begitu ramai. Dhyana tidak menolak fakta itu. ”Jumlah perjalanan dengan sepeda baru sekitar 100.024 orang per hari. Namun, itu sudah luar biasa. Target kami sebenarnya cukup lima persen saja pada tahun 2012.”

Hari wajib bersepeda

Dia menjelaskan, strategi terbaik meningkatkan mobilitas dengan sepeda ialah membangun infrastrukturnya serta sosialisasi yang kuat pula kepada semua lapisan masyarakat. Bukan sebaliknya, menunggu tumbuhnya jumlah pengguna atau pengendara sepeda.

Guna meningkatkan kembali animo masyarakat menggunakan angkutan yang ramah lingkungan, Pemerintah Mexico City melakukan beberapa langkah strategis. Selain sosialisasi ke sekolah, perguruan tinggi, kantor, dan permukiman, juga penerapan hari wajib bersepeda.

Pada setiap hari Senin pertama setiap bulan, semua pegawai pemerintah, termasuk walikota, wajib bersepeda ke kantor. Selain itu, badan pengendali lingkungan hidup juga mengadakan kegiatan bersepeda setiap hari Sabtu atau Minggu, yakni program muévete en bici dan ciclotón.

Dua program ini pada dasarnya sama, kecuali berbeda dalam hal jarak tempuh. Muévete en bici adalah acara bersepeda yang diwajibkan setiap akhir pekan di distrik kota tua Mexico City (diikuti lebih dari 15.000 orang). Ciclotón dilakukan distrik-distrik lain di seluruh Mexico City.

Selama kegiatan berlangsung (pukul 08.00-14.00), jalan-jalan yang dilalui sepeda tertutup total untuk kendaraan penebar polusi. Bahkan, mulai tahun 2010, semua area kota tua ditutup total untuk kendaraan bermotor. Wilayah itu hanya boleh untuk jalan kaki dan sepeda. Di Bogota, Kompas juga berkesempatan mengikuti hari bersepeda pada hari Minggu.

Tidak sulit membangun jalur sepeda seperti itu. Direktur ITDP Indonesia Milatia Kusuma menyebutkan, kunci utama adalah ada kemauan politik yang kuat dari pemerintah untuk menata kotanya menjadi layak huni atau manusiawi. Mexico City dan Bogota sudah menunjukkan kemampuan itu.

Koordinator Bike to Work (B2W) Jakarta Toto Sugito mengatakan, saatnya Jakarta membangun jalur sepeda. Jalur sepeda tidak memerlukan investasi atau dana yang besar karena bisa menumpang bahu jalan yang ada dengan hanya memberi garis pemisah yang tegas.

”Pembangunan infrastruktur tidak sulit karena jalur sepeda bisa menumpang pedestrian atau cukup mengambil bahu jalan utama yang sudah ada. Kalau belum mau membangun jalur sepeda, paling tidak utamakan tempat parkir atau penitipan sepeda,” kata Toto.

Sama seperti MRT dan BRT, pembangunan jalur sepeda adalah bagian strategi menjadikan Mexico City dan Bogota menuju manusiawi, kota sehat, dan layak huni. Kota seperti itu memiliki karakter antara lain kemudahan bertransportasi bagi warga dan bebas polusi, termasuk dari kendaraan bermotor.

Keseriusan Mexico City dan Bogota membangun jalur sepeda itu juga ditunjukkan sejak perencanaannya yang melibatkan sejumlah perguruan tinggi ternama. Dalam kondisi jalan macet, menurut hasil riset itu, sepeda lebih cepat menempuh suatu jarak yang sama dibandingkan mobil.

Misalnya, untuk menempuh jarak 8 kilometer, pesepeda dapat menembusnya dalam waktu 30 menit dengan kecepatan 16 kilometer per jam. Sebaliknya, pengendara mobil lebih lambat, yakni memerlukan waktu 40 menit tetapi kecepatannya hanya 12 kilometer per jam.
Sumber : Kompas. Senin 2 Nov 2009

Thursday, October 29, 2009

McDonalds Langgar Hak Pejalan Kaki


Rabu, 28 Oktober 2009 | KOMPAS Bonivasius Dwi P

PALEMBANG, KOMPAS.com — McDonalds, waralaba internasional yang bergerak di bidang industri makanan dan minuman siap saji, di Palembang, melakukan praktik pelanggaran peraturan daerah. Pelanggaran itu berupa perusakan fasilitas publik trotoar, penggunaan trotoar menjadi tempat usaha, sekaligus pengabaian terhadap hak pejalan kaki.
Pantauan Kompas, Rabu (28/10), restoran McDonalds yang berada di Jalan Sudirman, salah satu ruas jalan protokol di Kota Palembang, memiliki layanan McStop atau pesanan dari kendaraan. Layanan inilah yang menggunakan trotoar sepanjang sekitar 100 meter.
Nora (35), perawat salah satu RS yang lokasi kerjanya berdekatan dengan restoran tersebut, mengatakan, pada saat ada mobil yang melintas di trotoar tersebut dan pada saat yang bersamaan dia sedang berjalan kaki, langkahnya pasti akan terhalang mobil.
"Kemudian, saya harus turun ke ruas jalan raya. Pernah, suatu kali saya mau ditabrak bus dari belakang. Tolong pemerintah menertibkan layanan ini karena merugikan kami pejalan kaki," katanya.
Pengamat perkotaan Universitas Sriwijaya, Ari Siswanto, mengatakan, pemerintah harus bertindak tegas terhadap masalah tersebut. Jika tidak ada tindakan, kredibilitas pemerintah bisa turun.
"Analoginya, kalau pedagang kaki lima berjualan di trotoar, pasti digusur oleh Satpol PP. Namun, kalau restoran franchise internasional kok tidak diapa-apakan. Mana keadilan sosial bagi rakyat?" katanya.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Palembang Edi Nursalam mengatakan, pengelola restoran bisa dipidana karena melakukan pelanggaran perusakan fasilitas publik trotoar. "Jadi, trotoar itu kan dibongkar, lalu dibangun kembali menjadi pendek agar bisa dilewati mobil. Ini kan merusak fasilitas pemerintah sekaligus melanggar hak pejalan kaki," katanya.

Tuesday, October 13, 2009

Sistem Pengelolaan Transportasi Medan Tertinggal 10-20 Tahun

Medan, (Analisa)

Berdasarkan pengalaman, kondisi lalu lintas dan transportasi di Kota Medan makin memprihatinkan. Bahkan, kota ini jauh tertinggal antara 10-20 tahun dibandingkan dengan kota-kota menengah di Jepang dalam pengelolaan sistem transportasinya.

“Kemacetan banyak yang memprihatinkan dan jumlah titik kemacetan juga bertambah,” kata ahli rekayasa dan manajemen transportasi, Dr Ari Krisna Mawira Tarigan, kepada wartawan di Medan, Sabtu (10/10).

Putra Medan yang kini menjadi peneliti masalah transportasi di Norwegia itu membandingkan antara Medan saat ini dan lima tahun lalu ketika dia berangkat belajar ke Jepang. Kondisi lalu lintasnya sudah jauh berbeda.

Sebagai perbandingan, ruas jalan di daerah Kelurahan Tanjung Sari tidak pernah macet sekitar lima tahun lalu. Namun kini arus lalu lintas di daerah tersebut mulai dilanda kemacetan yang termasuk parah.

Dalam penilaian doktor (PhD) Perekayaan Perilaku Perjalanan Universitas Kyoto, Jepang, ini, faktor utama meningkatnya kemacetan itu adalah tidak seimbangnya antara jumlah kendaraan dan ruas jalan yang ada. Jumlah kendaraan naik cukup tinggi dalam beberapa tahun terakhir, tetapi pertambahan ruas jalan yang ada tidak signifikan.

Menurutnya, pertambahan jumlah kendaraan yang cukup tinggi itu bukan hanya dari angkutan umum dan sepeda motor, tetapi juga kendaraan pribadi.
Di samping faktor ini, factor lain penyebab kemacetan adalah tidak meratanya pusat pertumbuhan ekonomi di ibukota Sumatera Utara (Sumut) ini. Sampai saat ini, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi masih berada di inti kota.

“Seharusnya, untuk mengurangi atau mencegah meningkatnya kepadatan lalu lintas di inti kota, maka pusat-pusat pertumbuhan itu didorong ke daerah-daerah pinggiran (suburb),” jelasnya.

Transportasi massal

Menurut Ari yang banyak melakukan penelitian transportasi di negara-negara Asia dan Amerika Latin ini, termasuk persoalan angkot perkotaan di Bandung (Jawa Barat), Pemerintah Kota (Pemko) Medan sudah harus segera mengembangkan moda transportasi massal dalam sistem transportasinya.

“Di banyak negara maju dan berkembang lainnya, moda ini terbukti efektif menekan kemacetan lalu lintas. Moda transportasi itu juga diminati pemilik kendaraan pribadi,” ungkapnya.

Untuk bisa menarik minat pemilik kendaraan pribadi, maka moda transportasi massal, termasuk sejenis busway yang sudah diterapkan di Jakarta, maka faktor keamanan dan kenyamanan. “Jika pemilik kendaraan pribadi bisa mendapatkan kedua hal ini, maka moda transportasi massal akan berkembang di Medan,” katanya optimis.

Untuk jalan keluar jangka pendek, alternatif yang bisa ditempuh di antaranya dengan membuat jalur-jalur khusus bagi setiap jenis kendaraan. Sepeda motor, kendaraan pribadi, angkot dan sepeda harus memiliki jalur masing-masing. “Banyak kota menengah di Jepang menerapkan jalur-jalur khusus ini dan terbukti menekan kemacetan lalu lintas,” katanya.

Kondisi lain yang juga harus menjadi perhatian ialah meningkatkan kesadaran berlalulintas masyarakat. “Selama mental berlalulintas kita belum baik, pasti akan sulit mengatasi persoalan kesemrawutan lalu lintas di kota ini,” katanya. (gas)

Jurus Pemprov DKI Atasi Kemacetan Lalin

Selasa, 6 Oktober 2009

Jakarta, (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi (Pemprov ) DKI Jakarta meluncurkan beberapa strategi baru terkait penanganan masalah kemacetan lalu lintas di Jakarta.

Hal tersebut disampaikan oleh Pemprov DKI Jakarta dalam rilis yang diterima oleh ANTARA di Jakarta, selasa.

Strategi baru itu terdiri dari pengembangan angkutan umum massal, pembatasan lalu lintas, dan peningkatan kapasitas jaringan.

Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, dalam siaran pers di Jakarta, senin (5/10) menyatakan bahwa untuk persimpangan jalan yang padat lalu lintasnya, akan dibangun terowongan (underpass) atau jembatan layang (flyover).

"Untuk menambah jaring jalan tidak ada pilihan lain selain membangun jalan bertingkat.", tuturnya.

Strategi pengembangan angkutan umum massal nantinya akan meliputi pembangunan subway sekaligus kereta api bawah tanah (Mass Rapid Transportation /MRT), pengembangan proyek monorail, dan peningkatan pelayanan Bus Rapid Transit (BRT/Busway).

Untuk pembatasan lalu lintas, nantinya akan meliputi pembatasan penggunaan kendaraan bermotor, Electronic Road Pricing (ERP), pembatasan parkir, fasilitas Park and Ride, dan pengaturan penggunaan jalan.

Sementara itu peningkatan kapasitas jaringan akan mencakup Advanced Traffic Control System (ATCS), pelebaran jalan, pengembangan jaringan jalan, serta pembangunan pedestrian.

Hingga saat ini, terdapat sekitar 5, 8 juta kendaraan di Jakarta dan terjadi pertambahan jumlah kendaraan bermotor baru sebanyak kurang lebih 1.117 kendaraan yang terdiri atas 220 mobil dan 897 motor. Di kawasan JADETABEK (Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi) terdapat kurang lebih 8,7 juta kendaraan dan tiap harinya bertambah 2.027 kendaraan yang terdiri atas 320 mobil dan 1.707 motor.

Padahal, luas jalan di Jakarta hanya sekitar 40,1 km persegi (6,2% dari luas wilayah DKI Jakarta) dengan pertumbuhan panjang jalan 0,01% per tahun.

Penambahan jumlah kendaraan bermotor yang tidak sebanding dengan pertumbuhan luas jalan menyebabkan terjadinya kemacetan di Jakarta. Kemacetan tersebut menimbulkan pemborosan biaya operasional kendaraan sejumlah 17, 2 trilyun rupiah per tahun dan pemborosan energi (Bahan Bakar Minyak/BBM) sejumlah 10 trilyun rupiah per tahun.(*)
Sumber: Antara

Monday, October 12, 2009

Kerugian karena Kemacetan di Jakarta Rp 40 Triliun/Tahun

[JAKARTA, 12-10-2009] Perkiraan kerugian karena kemacetan lalu lintas di Jakarta mencapai Rp 40 triliun setiap tahun. Jakarta membutuhkan pemimpin tegas untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan kepentingan publik.

"Menurut penelitian Institut Studi Transportasi (Instran) tahun 2003 kerugian akibat kemacetan di Ibukota baru sekitar Rp 6 triliun. Namun, setelah lima tahun berikutnya kerugian karena kemacetan telah mencapai Rp 40 triliun. Angka itu meningkat tajam karena pemerintah belum mampu mengatasi kemacetan di Ibukota," ujar program advisor Instran Achmad Izzul Waro, di Jakarta, baru-baru ini.

Ia menyebutkan, total kerugian itu dapat dibagi menjadi beberapa sektor, seperti kerugian karena bahan bakar, kerugian waktu produktif warga, kerugian pemilik angkutan umum, dan kerugian kesehatan.

Kerugian bahan bakar dihitung dari banyaknya bahan bakar minyak yang terbuang karena kendaraan terjebak kemacetan.

Jumlah kerugian yang paling besar adalah pada sektor kerugian bahan bakar yang nilainya bisa mencapai 40 persen.

Kerugian lainnya adalah sektor kesehatan, seperti stres atau faktor polutan asap yang keluar saat kemacetan dan terhirup oleh warga Ibukota lainnya yang sedang melintas. Sedangkan, kerugian yang diderita pemilik angkutan umum karena berkurangnya jumlah rit yang bisa ditempuh angkutan umum akibat macet.

Belum Dioperasikan
Sementara itu, Direktur Eksekutif Instran, Darmaningtyas menambahkan, koridor busway yang sudah terbanguan sejak dua tahun lalu pun belum dioperasikan.

Sementara itu, anggaran yang dikucurkan untuk membangun Koridor IX dan X mencapai lebih dari Rp 210 miliar dan disia-siakan pemerintah daerah. [H-14]

Dishub Mulai Gelar Razia

14 Angkutan Umum Dikandangkan

[JAKARTA] Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta mulai hari ini merazia bus angkutan umum yang tidak laik jalan dan parkir di sembarangan tempat. Penertiban itu dilakukan untuk mewujudkan transportasi umum yang nyaman di Ibukota.

Berdasarkan pantauan SP di lima wilayah Ibukota, baru beberapa jam operasi digelar, sebanyak 14 unit bus kota tidak laik jalan langsung dikandangkan petugas. Dari jumlah angkutan umum yang dikandangkan itu, 8 bus Jakarta Utara dan 4 bus dari Jakarta Barat. Hingga berita ini diturunkan, sejumlah petugas masih memeriksa kelaikan angkutan umum lainnya di sejumlah terminal.

Kabid Operasi Penertiban Dishub DKI Arifin HS mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Satuan Penegakan Hukum (Satgakkum) Polda Metro Jaya. Sebanyak 60 petugas Dishub disebar ke seluruh wilayah untuk melakukan penertiban.

"Penertiban bus yang tidak lain, jalan akan terus digelar untuk mengurangi tingkat polusi udara. Bus yang melanggar akan dikandangkan dan sebelum memenuhi persyaratan tidak diperbolehkan beroperasi," tutur Arifin kepada SP di Jakarta, Senin (12/10) pagi.

Dikatakan, bus yang dirazia akan dicek kondisi badan bus, apakah keropos atau tidak. Kemudian, knalpot yang mengeluarkan asap hitam, ban yang gundul, rem yang tidak pakem, dan kelengkapan kendaraan seperti kaca spion dan lainnya. Penertiban akan terus dilakukan secara berkelanjutan dan tidak terbatas waktu.

Dikandangkan
Sementara itu di Jakarta Utara, selang beberapa jam dilakukan razia angkutan, Suku Dinas Perhubungan Jakarta Utara langsung mengandangkan delapan unit angkutan umum yang terbukti tidak laik jalan. Selain itu, sebagian besar angkutan juga terbukti tidak dilengkapi surat-surat kendaraan.

Menurut Kepala Terminal Tanjung Priok, Ferdi K Wawor, seluruh kendaraan umum yang dikandangkan itu terdiri dari beberapa trayek yang mengarah langsung menuju Terminal Tanjung Priok, Jakarta Utara.

"Sejauh ini, dengan bekerja sama Suku Dinas Perhubungan Jakarta Utara sudah mengandangkan delapan buah angkutan umum yang biasa beroperasi keluar masuk terminal," kata Ferdi K Wawor, ketika dijumpai, Senin pagi.

Selain mengandangkan delapan mobil, dalam razia yang dimulai sejak pukul 07.30 WIB tersebut, pihak terminal dan suku dinas perhubungan juga menilang 10 mobil angkutan yang terbukti melakukan pelanggaran di jalan raya. Beberapa di antaranya juga tertangkap tangan beroperasi tanpa memegang KPS (kartu pengawasan) izin trayek.

Berdasarkan pantauan SP di lokasi, angkutan umum antara lain bus Mayasari Bhakti, Steady Safe, PPD 43, Agung Bhakti, dan angkutan kota KWK.

Sementara itu di Jakarta Barat, berdasarkan pantauan SP hingga pukul 10.00 WIB sedikitnya empat angkutan umum diamankan petugas gabungan dari Sudin Dishub Jakarta Barat, Dishub DKI Jakarta, dan Penegakan Hukum Polda Metro Jaya, serta Satlantas Jakarta Barat.

Kepala Seksi Operasi Sudin Dishub Jakarta Barat, Drs Suyoto mengatakan, selain puluhan petugas yang melakukan razia di sejumlah terminal dan jalan, petugas gabungan juga bergerak menelusuri sepanjang Jalan Kyai Tapa Grogol hingga ke daerah Kota.

"Petugas juga akan bergerak melingkar ke Jalan Daan Mogot," katanya pada SP.

Suyoto mengungkapkan, empat angkutan umum telah ditilang dan dikandangkan ke gudang Dishub di Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat. Empat angkutan umum yang terkena sanksi adalah bus Steady Safe jurusan Kalideres-Priok, Metromini 83 jurusan Grogol Kapuk, Mikrolet jurusan Grogol-Angke, dan Kopaja 93 jurusan Kalideres-Roxy.

"Razia ini tidak hanya digelar satu hari, tapi akan terus dilakukan sampai kondisi dirasa kondusif," tegasnya.

Sementara itu, Kepala Terminal Grogol, Basuki mengatakan, kendaraan angkutan penumpang dan barang yang terkena sanksi adalah kendaraan yang tidak laik jalan.

"Secara kasatmata, kendaraan yang tidak laik jalan dapat dilihat dari kondisi badan kendaraan, seperti apakah ada spionnya, wiper, ban apakah gundul, kondisi rem, bodi keropos apa tidak, lampu, asap yang mengepul tebal atau tidak," imbuhnya.

Angkutan umum yang diperiksa, tutur Basuki, tidak sebatas pada bis dan mikrolet, tapi juga KWK, dan taksi. Pada taksi akan diperiksa apakah argonya aktif atau tidak. Bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi berupa tilang.

"Kalau pelanggarannya agak berat akan diberi sanksi penghentian sementara operasi atau pengandangan. Sanksi terberat berupa pembekuan izin," ujar Basuki.

Razia di Jakpus

Sementara itu di Jakarta Pusat, aparat gabungan Dishub setempat dan Satuan Wilayah (Satwil) Polsek Senen, mengkonsentrasikan razia di Terminal Senen. Razia dilakukan sekitar pukul 10.00 WIB terhadap angkutan umum, baik jenis mikrolet maupun bus kota yang tidak laik jalan.

"Namun, razia yang dilakukan belum optimal sebab kondisi terminal sedang dalam tahap rehabilitasi. Baru besok, Selasa (13/10), kami akan melakukan razia angkutan umum dengan berkeliling, sebab tidak semua angkutan umum, berada di terminal untuk saat ini,"' ujar Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Dishub Jakarta Pusat HS Budiyono, kepada SP di Jakarta, Senin.

Menurut Budiyono, angkutan umum yang tidak memiliki surat-surat lengkap, ban gundul, gas pembuangan yang berlebihan, masa uji kendaraan bermotor atau kir, akan ditahan dan diproses secara hukum. Selain itu, pengemudi nakal juga akan dikenakan sanksi dan ancaman hukuman pidana.

Setelah dikenakan sanksi, pengemudi dapat kembali mengambil angkutan umumnya. Tentunya setelah melakukan uji emisi ulang dan melengkapi surat-surat sesuai ketentuan.

"Kami tidak mau mengambil risiko dan membahayakan pengguna angkutan umum atas kendaraan yang tidak laik jalan. Untuk itu, semua angkutan umum yang ditahan harus melengkapi ketentuan agar dapat beroperasi kembali," tambahnya.[FLS/H-14/Y-7/Y-6]
Sumber: Suara Pembarauan.com

Friday, October 9, 2009

Apakah Kita Sudah Layak dan Pantas Berkendara di Jalan raya?

Selamat berlalulintas, itu keberuntungan???
Sebuah pernyataan yang terkesan sombong, angkuh dan merasa hebat serta pintar ? Tergantung darimana kita mengambil benang merahnya. Kita mungkin sepakat bahwa akhir-akhir ini cukup was-was berkendara di belantara kota. Was-was kenapa? Setiap detik kita selalu dibuat jantungan dan bermain di area berbahaya. Lolos adalah sebuah keberuntungan. Dan keberuntungan itu saya dapatkan setiap hari. Gila.

Apa ada yang salah dengan sistem lalu lintas kita? Bisa ya bisa tidak. Argumentasi berkeliaran menyinggung bobroknya pengaturan lalu lintas, infrastruktur hingga soal mental pengguna jalan. Saya paling menaruh perhatian kepada banyaknya jumlah Surat Ijin Mengemudi yang lolos dari pihak berwajib untuk dikantungi para pengendara amatiran. Bukan berarti saya profesional. Tapi tentu tidak juga amatir.

Apakah kita adalah korban sistem kemudahan mendapatkan SIM. Cukup membayar sekian ratus tanpa harus antri. Antri pun sebenarnya ada di kondisi yang sama. Prosedur dan tes tidak murni diterapkan lengkap. Tapi kemudahan mendapatkan SIM saya anulir dengan terus menambah pengetahuan berkendara dan ber lalulintas. Saya rasa ini lebih dari cukup untuk mempertanggung jawabkan kita, karena menempatkan diri sebagai korban produksi SIM.
Berapa banyak dari pemohon SIM yang selepas pulang mau meluangkan waktu membaca literatur berkendara, baik soal skill maupun peningkatan pemahaman UU Lalin. Pasti tidak banyak. Beruntung saya bukan pemilik SIM yang asal punya. Saya meluangkan waktu mendapatkan ilmu baru. Saya meluangkan waktu memperbaiki diri.

Tapi ada semacam pemikiran terlintas, sepertinya ada yang ‘missed’ dalam kampanye Safety Ride. Ketika gelontoran artikel masuk ke sistem web atau email atau mailing list maka kita langsung berpendapat bahwa setiap pembaca pasti sudah punya pemahaman yang cukup. Pembaca bukanlah pengguna jalan raya amatiran. Mereka semua sanggup jadi panutan. Lalu bagaimana dengan para pengguna jalan raya yang ‘lolos’ dari kampanye yang banyak diumbar di media maupun internet?
Jika kita mau bisa saja kita menjadi pengendara yang hebat, penuh sopan santun dengan skill yang mumpuni. Tapi yang terlihat adalah NOL BESAR. Berapa banyak dari pengguna jalan yang menghargai helm, yang mau menengok sekilas saat berubah arah, yang lebih memilih mendahului daripada menyalip, yang memutuskan berhenti saat lampu lalin berwarna merah ? Persentase nya bisa 1:20 jika dihitung jumlah kendaraan yang ada di belakang garis putih.

APAKAH KITA MERASA PANTAS DAN LAYAK JADI PENGGUNA JALAN?
Saya merasa menjadi pribadi yang menuju sosok yang layak meski harus banyak melakukan perubahan. Di setiap persimpangan saja kita enggan menurunkan gas dan lebih memilih bermain di bibir kendaraan lain lalu kita anggap itu suatu tindakan pantas dan layak dan berpengetahuan sebagai pengguna jalan raya. Lihat lagi Surat Ijin Mengemudi, renungkan apa kita masih layak dan pantas berkendara di jalan raya. Kita sudah di ijinkan berkendara tapi bukan berarti jalan raya menjadi milik kita.
TIDAK USAH BERKENDERAAN DI JALAN RAYA…. JIKA TIDAK TAU ATURANNYA!!
(Aug 27, 2009)

Wednesday, September 30, 2009

DILEMA SUPIR ANGKOT

Thursday, 01 October 2009

Ragam - Features

Waspada Online ANUM SASKIA

Penertiban para pengguna jalan untuk mematuhi rambu-rambu lalu lintas, terutama larangan untuk berhenti di tempat yang ditentukan, khususnya persimpangan jalan terus digalakkan polisi lalu lintas. Akibatnya, mereka yang tidak mematuhi peraturan akan ditindak dan ditilang. Peraturan ini turut memberikan imbas kepada para supir angkutan yang harus diabaikan penumpang karena tidak bisa berhenti di sembarang tempat. Celakanya lagi, mereka yang menjadi supir serap (pengganti) tidak membawa serta kelengkapan surat-surat angkutan, bahkan ada yang super nekad tidak memiliki SIM, tetapi harus membawa angkutan karena mereka tidak punya pekerjaan.

Seperti pengakuan Basri, pengemudi angkutan Batang Kuis-Olympia, Selasa (29/9). Aksi penertiban lalu lintas di berbagai persimpangan oleh kepolisian, seringkali membuat para pengemudi repot. Pasalnya, para penumpang umumnya menunggu angkutan tepat di persimpangan. Misalkan, simpang Jalan Thamrin. Jika supir angkot tidak berhenti, secara otomatis penumpang akan naik ke kenderaan lain. Hal ini jelas membuat mereka kehilangan penumpang, sebab jumlah angkutan untuk tujuan yang sama begitu banyak saat ini.

"Kalau tidak dapat penumpang mana dapat setoran,melanggar peraturan lebih parah lagi, pasti kena tilang. Taula kalau sudah ditilang,urusannya jadi panjang," kata Basri sembari menyarankan semestinya para penumpang juga diberitahukan agar tidak ngantre di jalan sembarangan, sehingga angkutan berhenti pada jalurnya.

Supir angkutan lainnya menyebutkan namanya Rahmat. Ia adalah supir pengganti angkutan umum jurusan Bilal-Pinang Baris. Ayah dua anak yang mengaku tinggal di Namorambe ini mengaku harus berani jadi supir pengganti sekalipun tidak punya SIM. Pasalnya, dia belum bisa mengurus SIM karena uangnya belum cukup.

"Sudah dikumpul sedikit demi sedikit, eh, belum cukup Rp 100.000, harus pula bawa anak-anak ke dokter karena sakit. Habislah, penghasilan selama seminggu jadi supir serap.

Disebutkan, tidak mempunyai SIM seringkali membuat dia jadi gugup saat mengemudi. Tetapi diapun tidak bisa berbuat banyak, karena penghasilan yang dia dapat sangat terbatas. Sehari terkadang hanya Rp20.000, uang itu diberikan kepada isterinya untuk biaya hidup.

Rahmat menambahkan, ramainya razia dan penertiban pengguna jalan saat ini memberikan imbas juga kepada para supir. Pasalnya, para penumpang ada yang mau menunggu di tempat yang diperbolehkan ada juga yang tidak mau. Akhirnya, para pengemudi angkutan tida perduli lagi. Di mana penumpang berdiri, mereka langsung berhenti dan menawarkan penumpang untuk naik ke angkutannya.

"Saya barusan kena tilang. Habisnya penumpang berdiri tepat ditikungan jalan, sedangkan di belakang saya angkutan yang sama telah dekat. Kalau angkutan tidak saya hentikan, pastilah dia naik keangkutan yang di belakang. Makanya, saya nekad berhenti. Eh, di depan ada pak polisi, langsung saya distop dan dicaci maki. Tapi saya diam saja sembari menunjukkan surat-surat kenderaan. Tapi tetap kena tilang karena melanggar peraturan," kata Rahmat yang mengaku harus meminjam uang kepada temannya untuk urusan tilang ini.

(dat01/waspada)

Titik Kemacetan di Medan Meluas

SumutPos Online Tuesday, 29 September 2009

MEDAN-Minimnya penambahan volume jalan baru di Kota Medan, membuat semakin banyak ruas jalan yang menjadi langganan macet. Dalam pantauan Sumut Pos selama sehari, kemarin (28/9), ruas jalan yang macet itu meliputi Jalan Mojopahit, Jalan Thamrin, Jalan Sutomo, jalan Glugur By Pass, Jalan AH Nasution, Simpang Aksara, dan sepanjang Jalan Prof Dr HM Yamin. Lampu lalu lintas (traffic lights) yang sering padam dan tak di-setting sesuai tingkat kepadatan volume kendaraan di ruas jalan tertentu juga turut menyumbang kemacetan panjang.

Di ruas Jalan Pandu dan Krakatau, misalnya, kemacetan terjadi akibat traffic lights yang tidak berfungsi. Alhasil pengguna jalan saling berebut untuk maju lebih dulu. Begitu pula kemacetan di ruas Jalan Mojopahit dan Jalan Thamrin yang disebabkan membludaknya penjemput anak-anak sekolah. Di Simpang Aksara, Simpang Glugur, dan Jalan Pancing, pangkal kemacetan justru berawal dari ketidakpatuhan pengemudi angkutan yang mengambil penumpang sembarangan. Nyaris di setiap titik kemacetan tersebut tidak ada petugas Satlantas yang berusaha menertibkan pengguna jalan yang telanjur terjebak kesemrawutan.

Kepala Urusan Pembinaan Operasional (Kaur Ops) Sat Lantas Poltabes Medan, Iptu Imam mengakui mulai meluasnya ruas jalan rawan macet di Medan. Dia menambahkan kawasan Pasar Sore di Padang Bulan juga mulai macet seperti halnya Pasar Simpang Limun di Jalan Sisingamangaraja. “Kalau tidak ada polisi yang mengatur tentunya parah. Kami akan evaluasi dalam waktu dekat,’’ ujar Imam.
Sementara itu, meskipun ruas jalan yang terserang macet semakin luas, namun belum ada inisiatif Pemko Medan untuk menciptakan jalan-jalan alternatif untuk mengurai kemacetan. Akibatnya, para pengguna jalan terpaksa bertahan melewati jalan-jalan protokol di tengah kota yang rawan macet, terutama saat jam-jam pulang kantor.

Menurut anggota DPRD Kota Medan, CP Nainggolan, jumlah kendaraan roda dua maupun roda empat terus mengalami penambahan di Kota Medan, sedangkan keinginan masyarakat menaiki kendaraan umum minim sekali. ‘’Jadi jangan heran setiap hari di Kota Medan ini makin sering terjadi kemacetan lalu lintas,’’ jelasnya.

Dia berharap Pemko segera memikirkan jalan alternatif yang bisa menembus antar titik. ‘’Jalan pintas atau jalan alternatif itu harus segera dipikirkan. Kalau tidak jalan-jalan di inti kota akan menjadi biang macet total seperti halnya jalan-jalan protokol di Jakarta,’’ tukasnya. (mag-7)

Keyword: kemacetan, lalu lintas, medan

Friday, September 4, 2009

Pajak Progresif Atasi Macet

















Thursday, 03 September 2009
JAKARTA (Seputar Indonesia) – Pemprov DKI Jakarta didesak menerapkan pajak progresif bagi kendaraan bermotor.Kebijakan tersebut untuk mengatasi kemacetan di Jakarta yang semakin parah.

Peneliti Lembaga Pendidikan Ekonomi Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Nuzul Achjar mengatakan, langkah yang tepat untuk mengatasi kemacetan di Jakarta adalah menaikkan pajak progresif bagi kendaraan bermotor. Dengan demikian, hanya orangorang tertentu yang dapat memiliki kendaraan bermotor. Menurut Nuzul, perlu ada keberanian dari pemerintah pusat dan kota untuk menerapkan kebijakan ini.

”Pajak yang dihasilkan digunakan untuk mempercepat pembangunan public transport,” kata Nuzul Achjar kemarin. Nuzul mengakui, tidak mudah menerapkan kebijakan lain mengingat banyaknya kepentingan yang memengaruhi pemerintah. Karena itu,keberanian pemerintah pusat maupun kota untuk menerapkan pajak progresif diperlukan. Agar kebijakan tersebut berjalan efektif, perlu ada kerja sama antara Pemprov DKI Jakarta dan pemerintah daerah lainnya.

Dia menilai, kebijakan Pemprov DKI Jakarta untuk mengikis kemacetan melalui berbagai cara seperti memajukan jam masuk sekolah dan kantor,threeinone,danbusway hanya bersifat sementara. Apalagi pengoperasian waterway yang terhenti karena masih bergantung volume air dan pembangunan monorel yang terhenti memperparah kemacetan di Jakarta mengingat tiang fondasi yang telah berdiri dibiarkan terbengkalai. ”Penambahan ruas jalan tidak akan pernah equilibrium dengan permintaan pemakaian jalan,”jelasnya.

Selama ini,kata Nuzul,pertumbuhan jalan relatif tetap yakni 0,1% per tahun,sementara pertumbuhan kendaraan rata-rata mencapai 11% per tahun.Berdasarkan data,saat ini tercatat 9.529.265 unit kendaraan yang beroperasi. Sementara itu, Jakarta yang memiliki luas wilayah 650 km2 hanya mempunyai panjang jalan termasuk jalan layang maupun jalan tol sekitar 7.650 km dengan luas 40,1 km atau 6,28% dari luas wilayah Jakarta.

Ini tidak seimbang sebab di negara-negara maju sarana jalan mencapai 20% dari total wilayah. ”Jika tidak segera ditangani, akan terjadi stagnasi,” paparnya. Hasil studi yang dilakukan Japan International Cooperation Agency (JICA) serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan, jika pada 2020 tidak ada perbaikan yang dilakukan pada sistem transportasi Jabodetabek,akan menimbulkan kerugian ekonomi sebesar Rp28,1 triliun.

Sedangkan dari segi waktu mencapai Rp36,9 triliun. Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menjelaskan, selain menaikkan pajak progresif,upaya lain untuk mengatasi kemacetan adalah menaikkan tarif tol dan parkir. Apalagi, mobilitas di Jakarta 70% adalah pemilik kendaraan pribadi. Selama ini, kata dia, pengelolaan tol dan parkir di Jakarta hanya dinikmati oleh pihak swasta. Ada bagian yang dikelola pemerintah untuk kepentingan pembangunan publik transportasi.

Dengan begitu, ada pilihan bagi mereka yang ingin beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum. Tulus menilai, pembangunan flyover maupun enam ruas tol dalam kota bukan solusi, melainkan membuka peluang untuk menambah pertumbuhan kendaraan pribadi.” Tidak perlu membangun jalan lagi, langkah itu justru memberikan stimulus bagi masyarakat memiliki kendaraan pribadi,” tandasnya. (sucipto)

Sunday, August 9, 2009

Petaka Transportasi

Editorial Media Indonesia / Jumat, 7 Agustus 2009 07:26 WIB

SEKTOR transportasi publik menjadi sindrom yang paling menakutkan di negeri ini. Sebabnya tidak lain nyawa manusia seperti tidak punya harga. Petaka demi petaka yang menelan korban jiwa selalu saja terjadi.

Tabrakan antara KRL Pakuan Express dan KRL ekonomi di Tanah Sereal, Bogor, Selasa (4/8), yang menewaskan satu orang dan melukai puluhan orang, hanyalah sebuah contoh yang memperlihatkan betapa sektor transportasi publik belum bisa memberikan jaminan keamanan dan keselamatan.

Faktor keselamatan dan keamanan tidak cuma menjadi barang mewah di sektor perkeretaapian. Sektor angkutan lainnya pun idem dito. Insiden tabrakan kereta di Bogor itu terjadi hanya berselang tiga hari setelah jatuhnya pesawat Merpati di Papua.

Namun, pembunuh terbesar tetap di jalan raya. Paling tidak sekitar 25 orang tewas setiap hari akibat kecelakaan lalu lintas.

Tren di dunia menunjukkan kecelakaan di jalan merupakan pembunuh terbesar ketiga, bahkan lebih besar daripada korban perang.

Di negeri ini, kecelakaan di jalan telah menjadi pembunuh nomor satu. Karena itu, sudah sepantasnya korban tewas akibat kecelakaan dipandang sebagai sebuah bencana.

Sama dengan bencana penyakit atau bencana alam. Dari berbagai kecelakaan angkutan publik baik di darat, laut, maupun udara, dua faktor selalu dituding sebagai biang keroknya. Yakni human error dan engine error.

Padahal, secara makro, petaka demi petaka menunjukkan ada yang tidak beres dalam pembangunan dan pengelolaan sektor transportasi publik.

Penanganannya belum terintegrasi, masih sektoral. Selama ini, pembangunan sektor transportasi publik baru sebatas mengutamakan infrastruktur. Jalan, tol, pelabuhan, bandara, dibuat di sejumlah tempat. Namun, pembangunannya terkesan berjalan sendiri-sendiri, tidak integral. Yang justru terabaikan adalah pembangunan sumber daya manusia (SDM).

Padahal, pembangunan infrastruktur dan pembangunan SDM bak dua sisi uang logam, tidak terpisahkan.

Itu sebabnya, hingga kini belum terbentuk SDM yang andal di tingkat operator moda transportasi, yang tidak hanya memahami persoalan teknis, tapi juga menyangkut ketertiban dan kedisiplinan serta paham betul arti keselamatan.

Contoh paling nyata dan mencolok ada di transportasi massal untuk kalangan bawah, yang kerap disediakan ala kadarnya.

Mengapa? Karena dianggap penumpang bukan raja, melainkan hanya kelompok orang yang sangat membutuhkan jasa angkutan sehingga dapat diperlakukan seperti barang.
Mereka dijejal sedemikian rupa meski kapasitas beban telah terlampaui.

Kondisi itu yang membuat angkutan tersebut sangat rentan terhadap risiko kecelakaan.
Sejauh ini, keselamatan publik memang belum mendapat prioritas utama, khususnya dalam manajemen pengelolaan transportasi publik.

Nyawa yang hilang percuma semestinya menggugah kesadaran baik pemerintah, operator moda transportasi, dan masyarakat.

Regulasi yang lebih baik, pengaturan serta kerja sama dengan berbagai pihak termasuk swasta dalam membenahi transportasi publik yang lebih memberikan perlindungan, merupakan hal penting yang harus dilakukan pemerintah.

Faktor keselamatan penumpang merupakan indikator yang paling gampang untuk melihat seberapa maju dan beradab sebuah bangsa dan negara. Dari sudut pandang itu, negeri ini masih jauh dari membanggakan.

Tuesday, July 28, 2009

Kinerja Dishub dinilai mengecewakan

Wednesday, 22 July 2009 02:27
WASPADA ONLINE MEDAN

Sejumlah anggota DPRDSU menilai kinerja Dinas Perhubungan (Dishub) Pemprovsu sangat mengecewakan dan gagal menjalankan tugas sesuai tupoksi (tugas pokok dan fungsi).
Bahkan, akibat jeleknya kinerja dinas tersebut, jalan di sejumlah daerah di Sumut, rusak karena truk-truk yang kelebihan muatan bebas melintas.Anggota DPRD Sumut Fraksi PDI Perjuangan, Isrok Anshari Siregar, di Medan, tadi malam, mengatakan, berdasarkan kunjungan kerja yang dilakukannya bersama tim DPRD Sumut dari Dapem VI (Tapsel, Madina, Palas dan Kabupaten Paluta serta Kota Padang Sidempuan), mereka mendapati banyak jalan rusak karena dilintasi truk kelebihan muatan.Hal itu, kata Isrok, terjadi karena fungsi pengawasan Dishub terhadap kenderaan angkutan barang pada UPPKB Jembatan Timbang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kendaraan yang lewat melebihi 40-60 ton, sama sekali tidak dibongkar sesuai Perda Sumut.
Isrok Anshari menyebut contoh jalan negara dan jalan provinsi sepanjang kurang lebih 70 kilometer dari Pall XI ke Aek Godang-Gunung Tua hingga batas Kabupaten Labuhan Batu yang rusak parah karena setiap hari dilewati truk-truk kelebihan tonase.“Bahkan ketika kita mendatangi jembatan timbang di Pall XI. Layar LCD pengukur muatan langsung mati ketika sebuah truk besar memasuki jembatan timbang. Seorang petugas di sana mengakui LCD itu mati karena tak mampu lagi mencatat muatan truk yang berlebih,” jelasnya.Bahkan, kata Isrok, banyak jalan-jalan yang baru selesai dibangun namun keadaannya sudah 'kupak-kapik'. Contoh nyata jalan di areal hutan Nabundong di Paluta yang hancur total, padahal baru selesai dibangun tahun 2007.
Selain lemah dalam bidang pengwasan, kata Isrok, Dishub juga tidak becus menangani proyek-proyek APBD tahun anggaran 2008. Bahkan, ketika tim DPRDSU Dapem VI hendak meninjau sejumlah proyek, tidak seorang pun pegawai Dishub yang berani mendampingi tim. “Ada lima proyek APBD Sumut yang mau kita tinjau di situ, namun batal karena tidak ada yang mendampingi. Kita menduga ada yang tidak beres dengan proyek-proyek itu,” kata Isrok Anshari.
Kondisi serupa juga disampaikan anggota DPRDSU dari Dapil X Tanah Karo, Edison Sianturi yang mengatakan banyak jalan negara yang menghubungkan dengan dengan kabupaten sekitar dan Aceh yang hancur karena banyaknya truk kelebihan muatan yang melintas.“Seharusnya itu tugas Dishub untuk mengawasi kendaraan yang melintasi melewati tonase,” katanya.(dat02/waspada)

Friday, July 17, 2009

Sopir Angkot Minta Bus Sekolah Gratis Dihentikan

Protes ke Walikota dan DPRD Tebingtinggi
Sopir Angkot Minta Bus Sekolah Gratis Dihentikan

Daerah 16-07-2009
*ali yustono

MedanBisnis Online – Tebingtinggi
Puluhan sopir angkutan kota (angkot) di Tebingtinggi melakukan aksi mogok di depan Kantor Walikota dan DPRD Tebingtinggi di Jalan Sutomo, Rabu (15/7). Mereka menuntut dihentikannya pengoperasian dua bus sekolah gratis, yang diperuntukkan bagi keluarga kurang mampu.
Aksi yang dikawal puluhan polisi itu berlangsung tertib. Sejumlah utusan pengunjuk rasa diterima Wakil Ketua DPRD Jhoni Sinaga serta beberapa orang anggota DPRD, termasuk Pahala Sitorus (Golkar), H Abdul Malik Nasution (PBR), Zulfikar (PKS), H Hasnan Lubis (PAN), Ketua Organda Murli Purba, serta Sopar Manalu mewakili Kadis Perhubungan dan Polresta Tebingtinggi.
Dalam pertemuan tersebut, para sopir menyampaikan agar DPRD menghentikan bus siswa yang dioperasikan Dinas Pendidikan. “Dengan beroperasinya bus siswa tersebut sangat merugikan kami karena mengurangi pendapatan akibat siswa tidak ada lagi naik angkot,” jelas sopir TTB O Sinaga.
Jadi, angkutan yang dioperasikan Dinas Pendidikan untuk mengangkut anak sekolah tersebut dianggap sebagai ancaman terhadap angkot yang ada di Kota Tebingtinggi. Selain itu, kata perwakilan sopir tersebut, beca bermotor (betor) plat hitam juga sangat merugikan terhadap angkutan kota.
Anggota DPRD Ir Pahala Sitorus menyampaikan, bahwa dua unit angkutan bus siswa yang dikeluhkan para sopir merupakan bantuan pemerintah pusat melalui Departemen Perhubungan, untuk membantu pendidikan di Kota Tebingtinggi.
“Itu merupakan bantuan dari pusat dan Departemen Perhubungan telah membuat MoU dengan Walikota bahwa bus tersebut hanya dapat dipergunakan untuk mengangkut siswa dari keluarga tak mampu secara gratis. Jadi tak mungkin dihentikan karena akan berdampak buruk terhadap Kota Tebingtinggi,” jelas Pahala Sitorus.
Walaupun begitu, diakui bahwa penggunaan bus itu belum disosialisasikan termasuk kemana saja trayeknya dan siswa yang mana harus diangkut. ”Masalah ini akan dibahas DPRD pekan depan dengan mengundang instansi terkait,” sebut Joni Sinaga.
Sementara Ketua Organda Murli Purba didampingi wakilnya Sopar Manalu menyebutkan bahwa DPRD juga harus mempertanyakan kepada eksekutif anggaran pemeliharaan dan operasional bus siswa tersebut, karena jelas itu merupakan bantuan pusat untuk mengangkut siswa secara gratis.
“Organda sepenuhnya mendukung bus siswa gratis tersebut, namun sebaiknya ada koordinasi dan Pemko harus mengatur rute mana saja yang harus dilalui. Bus siswa gratis itu sebaiknya masuk ke rute yang tidak ada angkot. Dishub sepertinya telah melecehkan kami tanpa pernah ada koordinasi untuk mengoperasikan bus siswa itu,” jelas Murli.

Thursday, June 25, 2009

Presiden Tandatangani UU LAJ

By Republika Newsroom
Rabu, 24 Juni 2009 pukul 12:22

JAKARTA-- Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menandatangani naskah Undang-Undang (UU) Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ). "Pak Presiden RI sudah tandatangani naskah UU LLAJ dan untuk kemudian diproses penomorannya," katanya saat memberikan sambutan dalam pembukaan Pekan Nasional Keselamatan Jalan (PNKJ) 2009 di Teater Tanah Airku, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Rabu (24/6).

Menurut Jusman, UU tersebut telah disetujui DPR RI pada 26 Mei 2009. UU itu diniatkan sebagai pengganti UU LLAJ No 14/1992. Dia menuturkan, kehadiran UU LLAJ adalah jawaban atas perlunya langkah kongkret untuk mewujudkan terciptanya peta jalan keselamatan nol (roadmap to zero accident). "Memang untuk mewujudkan itu sepertinya tidak mungkin, tetapi semua itu harus diupayakan," katanya.

Jusman menyebutkan, dalam UU itu harapan Presiden RI melalui enam langkah prioritas demi terwujudnya keselamatan jalan yang disampaikan pada PNKJ pertama, sudah terakomodasi semuanya.

Menhub antara lain menyebutkan, pentingnya kelembagaan dalam UU LLAJ yang termuat dalam pasal 13 ayat dua yakni tentang Forum Lalu Lintas, pasal 203 (2) tentang Rencana Umum Keselamatan dan pasal 245 tentang Tata Cara Sistem Informasi untuk keselamatan dan lain-lain. Secara keseluruhan UU LLAJ terdiri atas 22 bab dan 326 pasal.

Ketua Panja RUU LLAJ saat itu, Yoseph Umar Hadi menyebutkan bahwa UU LLAJ didefinisikan sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya.

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan asas transparan, akuntabel, berkelanjutan, partisipatif, bermanfaat, efisien dan efektif, seimbang, terpadu, dan mandiri.

Selain itu, lalu lintas dan angkutan jalan diselenggarakan dengan tujuan terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar dan terpadu. Serta mengedepankan etika berlalu lintas dan budaya bangsa, penegakan hukum dan kepastian hukum. (ant/rin)

Menhub Buka Pekan Keselamatan Jalan ; Korban Kecelakaan Lalin 1,2 Juta Jiwa/Tahun

Analisa Online, 25 Jun 2009

Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal membuka Pekan Nasional Keselamatan Jalan ke-3 tahun 2009 di Teater Tanah Airku, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Rabu.

Kegiatan tersebut bertujuan membangkitkan kesadaran seluruh pihak dan lapisan bahwa keselamatan transportasi jalan merupakan tanggung jawab bersama.

Menhub memaparkan, kampanye ini merupakan program pengimplementasian dari resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang Improving Global Road Safety, yaitu program untuk menekan angka kecelakaan di jalan yang menurut catatan WHO telah pada kondisi mengkhawatirkan (mencapai 1,2 juta korban meninggal per tahun atau 3.288 jiwa per hari).

Di Indonesia, jumlah kecelakaan pada 2009 meningkat menjadi 19 ribu kasus dibandingkan tahun lalu (18 ribu kasus). Sekitar 70 persen dari total kecelakaan melibatkan kendaraan sepeda motor.
Namun, jika mengacu pada hasil perhitungan ASEAN Development Bank, angka kecelakaan di Indonesia mencapai hingga 30 kasus ribu per tahun.

“Upaya mensosialisasikan keselamatan dan mengantisipasi kecelakaan di jalan terus dilakukan, tetapi mewujudkan keselamatan di jalan secara maksimal tidak bisa dilakukan satu pihak. Butuh sinergitas dari semua pihak dan harus dilakukan secara berkesinambungan,” ujar Menhub.

Menurut Menhub adanya perbedaan penghitungan angka kecelakaan di Indonesia menjadi persoalan dalam mengupayakan penurunan angka kecelakaan. “Ke depan, data kecelakaan nasional hanya dikeluarkan satu sumber, yaitu pusat informasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Nanti data itu yang jadi referensi,” sambung Menhub.

Ketua Global Road Safety Partnership (GRSP) Indonesia Giri Suseno menambahkan, Tujuan Pekan Keselamatan Jalan adalah mengajak semua orang menggunakan hati nuraninya untuk saling toleransi dan menyelamatkan orang lain. “Kita juga ingin mengingatkan masyarakat bahwa keselamatan menjadi tanggung jawab bersama. Bukan hanya tanggung jawab pemerintah,” katanya. (try)

Monday, June 22, 2009

Karena Motor Beranak Seperti Kucing


Saban hari sekitar 900 motor baru meraung di jalan ibukota.
Jum'at, 19 Juni 2009, 22:04 WIB
Maryadie

VIVAnews - MACET di Jakarta kian menjengkelkan. Jarak 20 menit, harus ditempuh satu jam. Gubernur DKI, Fauzi Bowo, menuding pesatnya jumlah motor sebagai salah satu penyebab kian parahnya kemacetan. Sepeda motor, katanya, bukan tambah satu, “Tapi beranak seperti kucing.”

Soal “beranak seperti kucing” itu, Fauzi Bowo ada benarnya. Saban hari sekitar 900 motor baru meraung di jalan ibukota. Fauzi Bowo --yang dalam laporan harta kekayaan saat mencalonkan diri jadi gubernurmemiliki 10 motor gede Harley Davidson— sedang merencanakan pembatasan pengunaan kendaraan bermotor.

Tapi apakah jumlah motor yang melejit itu sebagai sebab utama. VIVANews membuka diskusi soal ini dengan para pembaca. Jawaban mereka beragam. Berikut petikannya.

M.Ritonga via Komentar
Tidak ada salahnya bila Bang Foke mengatakan "macet yang merajalela di Jakarta karena pertumbuhan kendaraan tidak seimbang dengan pelebaran jalan".

Yang salah adalah bila tidak adanya keberanian Pemda DKI memberlakukan UU usia maksimal kendaraan dan maksimal kepemilikan mobil pribadi dalam sebuah keluarga.

Sebab mobil pribadi adalah biang utama kemacetan Jakarta. Jika UU telah diterapkan sebagaimana mestinya, maka angkutan publik akan tertata dengan sendirinya.

Ardi via Komentar
Pak Gubernur yang baik. Sebaiknya jangan mencari kambing hitam. Kalau tidak mampu mengatasi kemacetan, katakan saja bahwa memang tidak gampang mengatasi kemacetan di Jakarta. Jangan salahin sana dan sini. Katanya ahlinya...!!! Ahli ngeles...!!! Sumber kemacetan utama, ya proyek Busway itu...!!

Oton via Komentar
Sebetulnya bukan hanya banyaknya sepeda motor yang menambah kemacetan, tetapi juga akibat yang ditimbulkan para pengendara sepeda motor. Dengan banyaknya orang memakai sepeda motor, angkot dan Metromini jadi kurang penumpang. Akibatnya angkot dan Metromini yang ngetem di pinggir bahkan di tengah jalan makin banyak.

Belum lagi ulah pengendara motor yang sering kali mengambil jalan pintas. Jalan satu arah diterobos jadi dua arah, dilarang putar balik dilanggar. Dilarang belok kanan tetap saja belok kanan. Kalau hujan berteduh di bawah jalan tol atau jalan layang sampai lebih dari setengah jalan.

Kalau hanya jumlahnya banyak saja, tetapi sikap pengendara motor tertib, dan dilakukan pengaturan kendaraan umum. Seharusnya pengendara motor tidak memacetkan jalan.

Deska via Komentar
Wah, rencana beli motor jadi kacau. Takut dituduh ikutan memberikan kontribusi kemacetan

Dian via Komentar
Tol aja macetnya karena mobil bukan sama motor. Luas mobil itu sama dengan empat motor bebek. Aneh-aneh aja, yang bikin macet itu jalannya kurang banyak. Toh pemda DKI juga menikmati pajak motor dan bea balik nama kendaraan yang kontribusinya lebih dari 50% dari Pendapatan DKI. Apa mau bikin aturan two ini one motor bang?

Alk via Komentar
Itulah orang yang kurang mampu memimpin. Kalau ada yang salah dan untuk melindungi diri sendiri, cara yang gampang adalah tinggal tunjuk yang lain.

Dani via Komentar
Emang nih, bang Foke. Jangan sampai mengecewakan para vooternya dulu dong. Kebanyakan yang milih dia kan dulu bikers. Kok sekarang malah menyalahkan bikers. Progresnya lambat nih, padahal tinggal meneruskan proyek Bang Yos dulu.

Mash'al via Komentar
Kalau memang motor yang menyebabkan kemacetan, kenapa di jalan tol malah lebih sering macet setiap saat. Harusnya sadar kemacetan di Jakarta itu banyak faktornya. Faktor dominannya itu adalah sedikitnya pertambahan ruas jalan di Jakarta. Coba bang Foke menjelaskan itu.

Terus bagaimana kelanjutan proyek busway di Gatot Subroto? Sudah menghabiskan uang banyak, tetapi sampai sekarang tidak dioperasikan.

Agus via Komentar
Bang Foke kurang mengerti nih. Coba Bang Foke perhatikan jika satu motor ditumpangi dua orang di kalikan ratusan motor diatur seperti busway pasti jalan lancer. Akan tetapi jika satu mobil ditumpangi satu orang dikalikan puluhan saja, bayangkan macetnya minta ampun. Saya siap berdebat dengan Bang Foke siapa yang bikin macet?

Zaki via Komentar
Seratus motor dalam satu jalur paling makan 20 meter. Tapi bila 100 mobil dalam satu jalur bisa keliling Monas panjangnya. Mana yang bikin macet, jangan motor terus yang jadi kambing hitam. Motor juga bayar pajak, motor juga harus diperhatikan.

Roy via Komentar
Ya Tuhan, kok yang mengaku ahli nggak mengerti penyebab utama macet di Jakarta. Tentus aja jawabannya, mobil pribadi. Sebab jika motor, kecuali moge bang Foke yang gede itu, justru mengurangi kemacetan.

Sebuah riset di Universitas Padjajaran beberapa waktu lalu menunjukkan flow satu mobil sama dengan delapan motor. Ini karena bodi mobil yang besar ditambah lebih rigid. Seratur motor mogok di jalan tidak pengaruh banyak, tapi satu Alphard aja yang mogok di Casablanca, duh macetnya.

Prihatin via Komentar
Teganya dikau menyalahkan rakyat kecil bang. Sebagai rakyat kecil hanya bisa berdoa semoga Allah menganugerahkan kita pemimpin-pemimpin yang amanah.

Ash via Komentar
Menurut saya macetnya Jakarta penyebabnya sangat sederhana.. Gagalnya pemerintah Jakarta memuliakan warganya dalam penyediaan angkutan massal yang manusiawi.

Verycash via Komentar
Jangan salahkan kucing mengandung. Maksudnya kalau sepeda motor dijadikan acuan jadi biang macet, karena lahirnya kebanyakan, berarti yang minta itu kucing beranak harus juga disalahkan.

Ocean Read via Forum
Makanya tiap orang kerja pakai motor aja semua . Jadi kan jalan tol bisa dipakai buat motor. Dia sendiri punya 10 motor, ngomongnya nggak pakai kaca apa ya.

Blind guardian via Forum
Angkutan umum yang bikin macet tuh. Berhenti sembarangan, menyetir ugal-ugalan. Lebih baik di tempat-tempat yang ada busway nggak boleh ada angkutan umum lagi. Masalah motor tuh kebanyakan suka menyalip yang intinya nggak mau antre Dibuatin lajur khusus motor aja.

ahongdunia via Forum
Kalau cuma motor yang disalahin itu kurang adil. Motor menyalip karena ruang yang besar sudah dipakai mobil. Dari pada bangun jalur busway, bagusnya mobil sama motor dibuat jalur khusus aja jadi baru ketahuan yang buat macet itu yang mana. Tol yang tidak dilewati motor aja tiap hari macet.

Jay_aje via Forum
Jangan cuma bisa menyalahkan kaum kecil. Namun yang harus disalahkan itu kaum borjuis karena setiap satu orang anggota keluarga mereka pasti punya satu atau dua kendaraan.

Makanya kalau berani jangan menyalahkan tapi ambil sikap tegas terhadap kendaraan yang masuk ke Indonesia secara ilegal. Bahkan kalau perlu para pelakunya di tembak di tempat aja biar kapok.

• VIVAnews

"Kami Akan Batasi Kendaraan Pribadi"


Akan ada kawasan-kawasan yang tidak boleh dilewati motor.
Jum'at, 19 Juni 2009, 22:05 WIB
Edy Haryadi, Lutfi Dwi Puji Astuti

VIVAnews – Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menuding sepeda motor merupakan penyebab utama kemacetan di Jakarta dan berniat membatasi penggunaan kendaraan roda dua itu. Untuk mengetahui rencana pembatasan itu, berikut wawancara Lutfi Dwi Puji Astuti dengan Fauzi Bowo. Berikut petikannya:

Apa alasan Anda menuding sepeda motor sebagai biang keladi kemacetan Jakarta?
Pertumbuhan motor di Jakarta seperti sering saya katakan bagaikan kucing beranak. Jumlah motor yang ada di DKI lebih banyak daripada kendaraan roda empat. Di Jakarta ada 2,4 juta kendaraan roda empat dan lebih dari 3 juta kendaraan roda dua. Ini bukan hanya menyebabkan macet tapi juga meningkatkan kadar polusi.

Ini bukan karena laju pertumbuhan jalan raya di Jakarta yang sangat lambat?

Jakarta memang mengalami keterbatasan dalam penambahan ruas jalan. Jakarta hanya memiliki jalan seluas 6,2 persen dari luas wilayah ibukota yang mencapai 650 km2 dan jauh dari yang dibutuhkan.

Idealnya luas jalan di Jakarta 10-14 persen. Sementara jumlah kendaraan bermotor di Jakarta saja pada akhir tahun 2007 mencapai 5,7 juta unit. Pertumbuhan jalan di DKI Jakarta hanya tumbuh 0,01 persen per tahun. Sedangkan pertumbuhan kendaraan 5 tahun terakhir naik 9,5 persen per tahun. Setiap hari rata-rata ada 1.027 unit permohonan STNK baru dengan 236 mobil dan 891 motor.

Apa solusi Anda untuk mengatasi hal ini?

Dari dulu solusinya juga sama, yaitu (pengendara kendaraan bermotor) pindah ke angkutan umum. Maka dari itu angkutan umum perlu kita perbaiki. Cuma sekarang kan pembangunan angkutan umum baru berjalan. Subway-nya (Mass Rapid Transportation/MRT) baru bisa mulai 2010, tidak bisa lebih cepat dari itu. Kemudian revitalisasi kereta api juga mungkin baru bisa berfungsi 2011.

Jadi semuanya ini (adanya MRT dan KA) harapan saya bisa menampung dengan kapasitas lebih besar. Ini sebagai pilihan warga Jakarta yang naik kendaraan pribadi untuk naik kendaraan umum.

Anda berencana membatasi jumlah sepeda motor?

Perlu diingat, bukan sepeda motornya yang kita batasi, tapi penggunaannya. Kita tidak bisa melarang orang begitu saja untuk membeli motor, yang kita batasi, perlu saya tegaskan, penggunaannya. Bukan hanya sepeda motor tapi seluruh kendaraan pribadi.

Apa kiatnya?

Tentu ada kiat-kiat lain yang harus kami lakukan supaya orang cenderung untuk memakai angkutan umum. Misalnya, kendaraan pribadi pajak-pajaknya pasti akan kami tingkatkan. Juga penggunaan lalu-lintas itu juga akan ada pembatasannya.

Ini semua kita lakukan untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Itu semua harus berjalan pararel. Tidak bisa sekarang saya berlakukan aturan yang keras sekali, sehingga orang merasa sangat berat untuk menggunakan kendaraan pribadi, sementara itu saya belum menyediakan angkutan umumnya. Kan tidak bisa begitu. Maka dari itu angkutan umum secara bertahap kita perbaiki.

Perlu diingat ini bukan hanya untuk sepeda motor tapi ini untuk semua kendaraan pribadi. Untuk motor mungkin nanti juga ada arahan khusus. Yang pasti angkutan umumnya dulu.

Pembatasan penggunaan kendaraan bermotor kapan mulai dilakukan?

Ya.. kan kalau angkutan umum massalnya baru bisa beroperasi penuh misalnya tahun 2014 atau 2015 atau pada saat MRT nya jalan, tapi MRT nya juga belum jalan. Berarti seluruh peraturan distrik itu baru bisa kami berlakukan pada saat itu. Kalau sedikit-sedikit sih sudah mulai kita cicil.

Moda transportasi massal apa yang disediakan DKI untuk pengganti sepeda motor?

Kami akan bangun KA bawah tanah (MRT), kita akan kembangkan jalur-jalur busway sebagai feeder, tapi ini juga belum cukup. Tapi kan masih ada taksi, maka dari itu kita butuh taksi. Untuk pembatasan kendaraan pribadi yang akan datang sudah barang tentu butuh waktu, tidak mungkin ciptakan sistem angkutan umum massal dengan cepat. Kita perlu tahapan-tahapan. Peningkatan pelayanan juga nantinya perlu ditingkatkan. Kendaraan memang suatu kebutuhan tapi layanan perlu ditingkatkan, tidak boleh dilupakan.

Apa yang akan Anda prioritaskan?

Untuk masalah ini, kita juga terus koordinasi dengan Kapolda. Minggu ini atau minggu depan kita akan kumpul lagi setelah ulang tahun Jakarta. Saya akan bicara mengenai langkah apa yang bisa kita dahulukan, misalnya motor mungkin akan ada kawasan-kawasan yang tidak boleh dilewati motor, seperti di Beijing.

Itu harus dijaga benar karena bisa menambah trafik di situ. Dan tentu kita juga harus berikan alternatif lain sebagai solusi, mesti lewat mana nantinya motor-motor itu kalau mereka tidak boleh lewat jalan itu. Semua sudah ada perencanaannya, minggu depan setelah ulang tahun Jakarta kita akan fokus bicarakan itu.

• VIVAnews

Perlu Belajar dari Jepang

Jumlah kendaraan 10 kali lipat lebih besar, tapi tak semacet Jakarta
Jum'at, 19 Juni 2009, 22:00 WIB
Heri Susanto, Elly Setyo Rini

VIVAnews – “Jakarta akan macet total pada 2014,” kata Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo beberapa waktu lalu. Macet total, berarti untuk sekedar keluar dari garasi rumah pun, mobil tidak bisa. Jalanan sudah penuh sesak oleh jutaan mobil dan motor.

Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia, Bambang Susantono menilai pernyatan Fauzi Bowo kemungkinan besar bakal menjadi kenyataan. “Hitung-hitungannya sederhana,” ujarnya di Jakarta, Jumat, 19 Juni 2009.

Bayangkan, kata Bambang, luas seluruh jalan Jakarta sebesar 45 juta meter persegi. Pertambahan jalan nyaris tidak ada. Sedangkan, jumlah mobil dan motor di Jakarta terus melonjak. Rata-rata pertumbuhan jumlah motor mencapai 14-15 persen per tahun, sedangkan jumlah mobil tumbuh 9-10 persen. Jika di rata-rata pertumbuhan mobil dan motor 10-12 persen.

Dengan asumsi seperti itu, semua ruang jalan yang ada bakal habis terisi oleh mobil dan motor. Volume setiap mobil dan motor dikalikan dengan jumlah mobil dan motor akan setara dengan total luas jalan Jakarta. “Kalau pun (jalan) tidak habis terisi, kemacetan bakal sangat parah,” kata Bambang.

Data Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Asosiasi Industri Otomotif, baik mobil dan motor menambah keyakinan ancaman itu bukan sekadar omong kosong. Data Polda Metro menunjukkan, pada 2007 jumlah mobil dan motor di Jakarta, masing-masing 2,2 juta dan 3,5 juta unit.

Sepanjang 2002-2007, jumlah motor di Jakarta rata-rata naik 300 ribu unit per tahun atau 897 unit per hari. Jumlah itu empat kali lipat dibandingkan pertumbuhan mobil sebesar 80 ribu unit per tahun atau 220 unit per hari. “Jumlah motor bertambah seperti kucing beranak pinak,” kata Fauzi Bowo.

Data Dinas Perhubungan DKI Jakarta tak jauh berbeda. Menurut lembaga ini, jumlah kendaraan pribadi di Jakarta bertambah 1.117 per hari atau 9 persen per tahun. Dengan rata-rata pertumbuhan sebesar itu, pada 2014, jumlah kendaraan di Jakarta saja diperkirakan bakal mencapai sekitar 3 juta unit dan motor 5,5 juta unit.

Jika diasumsikan satu unit mobil setara dengan empat unit motor, sedangkan satu unit mobil membutuhkan ruangan 12 - 15 meter persegi di jalan, maka tak bisa dipungkiri lagi, lima tahun lagi jalan-jalan di Jakarta tak bakal mampu menampung.

Itu belum ditambah kendaraan dari Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Jika wilayah yang mengitari Jakarta ini digabung, pertumbuhan sepeda motor meningkat menjadi rata-rata 526 ribu per tahun dan mobil bertambah 94 ribu per tahun. “Jadi, sudah bisa dibayangkan parahnya kondisi yang bakal terjadi,” kata Bambang.

Jika dihitung pertumbuhan mobil dan motor secara nasional, Indonesia juga tergolong yang tertinggi, seperti China dan India. Di Indonesia, rata-rata jumlah mobil bertambah 500-600 ribu unit dan motor 6 juta unit per tahun. Karena itu, tak mengherankan jika tudingan mengarah pada industri otomotif.

Namun, sudah bisa ditebak, produsen mobil dan motor sudah pasti bakal mengelak. "Kemacetan bukan gara-gara pertumbuhan jumlah kendaraan,” ujar Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor, Johny Darmawan kepada VIVAnews di Jakarta, Rabu, 17 Juni 2009.

Menurut Johny, salah jika karena kemacetan, kemudian produksi mobil dibatasi. Sebab, masalahnya bukan sekadar membuat dan menjual mobil, tapi menyangkut nasib 400 ribu karyawan yang sangat tergantung pada industri itu.

Presiden Direktur Indomobil Group, Gunadi Sindhuwinata juga berpendapat senada. Dia malah memberi contoh Jepang yang populasi mobilnya jauh lebih besar ketimbang Indonesia. Di Jepang, jumlah mobil mencapai 75,8 juta atau sepuluh kali lipat dibandingkan di sini 7 juta unit. "Tetapi, di Jepang tidak ada masalah kemacetan," ujar Gunadi yang juga menjadi Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI).

Jadi, menurut Johny dan Gunadi, yang perlu dilakukan bukanlah membatasi produksi mobil. Tetapi, bagaimana pemerintah menertibkan dan mengatur manajemen lalu lintas, termasuk menyiapkan transportasi publik yang baik dan memadai, serta mengatur areal parkir. "Misalnya, mobil tua tidak boleh di dalam kota tapi di luar kota," kata Johny.

Bambang Susantono sependapat dengan pelaku industri otomotif tersebut. Menurut dia, produsen mobil dan motor, serta konsumen pemakai kendaraan pribadi tidak bisa disalahkan atas kemacetan Jakarta. “Fenomena ledakan pengguna motor terjadi karena orang butuh mobilitas,” kata Bambang.

Ruang gerak pengguna mobil dan motor pribadi tak mungkin dibatasi karena mereka menggunakan kendaraan tersebut untuk memenuhi hajat hidup mereka dan keluarganya.

Apalagi, penyebab kemacetan bukan hanya jumlah mobil. Tetapi, juga disebabkan oleh kegiatan yang terpusat di tengah kota, populasi yang meningkat tajam di pinggiran Jakarta, serta angkutan massal yang belum memadai dan belum terintegrasi.

Bangkok saja, yang memiliki infrastruktur transportasi bagus, karena memiliki subway dan monorel. juga masih menghadapi masalah kemacetan. “Apalagi, Jakarta yang belum mempunyai transportasi massal memadai.”

Berbagai hasil survei juga menunjukkan bahwa pemakai jalan lebih suka memakai kendaraan pribadi karena mereka belum memperoleh transportasi publik yang aman, nyaman, serta jadwal yang pasti.

Apalagi, dalam satu hari ada 20 juta perjalanan di Jabodetabek. “Angkutan umum yang ada tak sebanding dengan perjalanan sebanyak itu,” katanya. “Karena itu, mereka terpaksa cari solusi sendiri-sendiri. Jadi, jangan heran jika jumlah sepeda motor meledak.”
• VIVAnews

Macet Jakarta Salah Siapa

Gubernur DKI akan membatasi gerak sepeda motor di jalanan. Jakarta macet total 2014?
Jum'at, 19 Juni 2009, 21:54 WIB

VIVAnews – HARI masih gelap ketika Darwis Mustopa, 45 tahun, mulai bersiap-siap ke Kemayoran, Jakarta Pusat. Dia tinggal di Pondok Ungu, Bekasi. Sudah sepuluh tahun ini, sejak mengajar di satu sekolah di Kemayoran, Darwis harus memacu motornya sejak subuh.

Motor adalah pilihan Darwis karena irit dan cepat. Dia akan terlambat masuk kerja jika naik bis kota. Jalanan Jakarta segera padat sesaat sebelum matahari terbit. Macet akan menghadang di setiap titik. Itu sebabnya, setiap hari dia berangkat sebelum azan subuh.

Tapi motor “irit dan nyaman” itu mungkin tak bisa lagi bebas ditunggangi di jalanan Ibukota. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, kemacetan di Jakarta kian parah. Dia menuding sepeda motor sebagai biangnya. “Beranaknya seperti kucing," kata Fauzi.

Fauzi agaknya risau melihat sepeda motor padat memenuhi jalan. Data Polda Metro Jaya menyebutkan, dari 2002-2007, rata-rata ada 250 ribu sampai 300 ribu motor baru per tahun, atau 700-900 motor per hari. Jumlah total sepeda motor di DKI pada 2007 mencapai 3,5 juta unit. Meski tak sehebat motor, pada rentang waktu sama, jumlah mobil di Ibukota sekitar 2,2 juta. Atau, meningkat 250-300 kendaraan per hari.

Pertumbuhan kendaraan itu tak sebanding penambahan ruas jalan. Jakarta hanya memiliki jalan seluas 6,2 persen, dari luas ibukota 650 kilometer persegi. Idealnya luas jalan di Jakarta 10-14 persen. Sementara, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta saja pada akhir 2007 tercatat 5,7 juta unit.

Jalan di DKI Jakarta, kata Fauzi Bowo, hanya berkembang 0,01 persen per tahun. Sedangkan jumlah kendaraan lima tahun terakhir naik 9,5 persen per tahun. Setiap hari rata-rata ada 1.127 unit permohonan STNK baru untuk 236 mobil dan 891 motor.

Itu sebabnya, Fauzi Bowo ingin membatasi gerak sepeda motor di Jakarta. "Kami tidak bisa membatasi orang beli sepeda motor. Yang bisa diatur adalah penggunaannya," ujar Fauzi Bowo. Tapi, belum begitu jelas, bagaimana peraturan pembatasan itu akan diterapkan. Fauzi tampaknya baru melempar ide, dan mau melihat riak reaksinya.

***

Para pengendara motor tak sepakat kebijakan Fauzi. “"Jangan asal membatasi, selama transportasi masih amburadul," kata Aditya, warga Pondok Labu, Jakarta Selatan. Seorang pengendara lain balik menuding Fauzi melempar kesalahan ke orang kecil. “Bukan memberi solusi, tapi menyalahkan pengguna motor," ujar Muhamad Rizal, pengendara motor asal Pondok Kopi.

Macet Jakarta adalah problem akut. Jalanan padat dan tak bergerak itu juga sangat merugikan. Satu lembaga bernama Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek (SITRAMP 2004) pernah menghitung kerugian akibat macet di DKI itu mencapai Rp 8,3 triliun. Kerugian itu mencakup tiga aspek. Pertama, kerugian biaya operasi kendaraan Rp 3 triliun. Kerugian waktu Rp 2,5 triliun, dan dampak kesehatan akibat partikel PM10 sebesar Rp 2,8 triliun.

Sepuluh tahun silam, Bappenas pernah menghitung kerugian pemborosan bahan bakar minyak akibat kemacetan. Angka untuk mobil dalam satu tahun Rp 6,5 triliun. Sepeda motor sekitar Rp 8,2 triliun. Total kerugian Rp 14,7 triliun per tahun. Ini asumsi minimal karena macet pada 2009 lebih parah tiga kali lipat dibandingkan 1998.

Selain itu, jika perkembangan kota dan sarana transportasi di DKI Jakarta dibiarkan berjalan tanpa terobosan kebijakan, maka pada 2014 Jakarta diperkirakan macet total. Begitu kendaraan keluar dari garasi, ia akan langsung lumpuh dalam antrean panjang kendaraan. Tidak bisa berkutik. Gambaran ini dikemukakan oleh Japan International Corporation Agency (JICA) setelah melihat perkembangan penduduk, kendaraan dan sarana jalan di Jakarta.

***
Betapapun sepeda motor tak bisa dituding sebagai penyebab tunggal kemacetan Ibukota. “Kalau hanya sepeda motor yang dibatasi, itu tidak memenuhi aspek keadilan,” ujar Yayat Supriatna, pengamat transportasi perkotaan. Menurut dia, mobil juga harus dibatasi jumlah pemakaiannya.

Yayat menilai, peningkatan penggunaan sepeda motor terjadi karena pemerintah provinsi tak menyediakan alternatif tranpsortasi umum yang cepat dan aman. Akibatnya, orang memilih jalan sendiri-sendiri untuk mengatasi kemacetan. Sepeda motor, karena kelincahan kenderaan roda dua itu, pun menjadi pilihan praktis.

Belum lagi, sistem transportasi Jakarta yang belum terintegrasi. Akibatnya, menggunakan kendaraan umum juga boros. Untuk ke satu tujuan, terkadang seorang penumpang harus berpindah-pindah bus. “Pendapatan warga Jakarta hampir 40 persen habis untuk transportasi,” ujar Yayat.

Jumlah itu jelas mahal. Apalagi jika dibandingkan kota-kota lain di dunia. Warga Singapura, Hong Kong, dan Tokyo, misalnya, hanya membayar 3-5 persen dari pendapatannya. Sementara itu, warga kota besar di Amerika dan Eropa hanya merogoh 5-8 persen dari koceknya untuk biaya transportasi. Itu sebabnya, sepeda motor menjadi pilihan karena lebih efektif dan murah. “Ini mekanisme pasar,” ujar Yayat.

Koordinator Forum Warga Kota Jakarta, Azas Tigor Nainggolan, sependapat dengan Yayat. “Pembatasan tak hanya berlaku pada sepeda motor, tapi semua kendaraan bermotor pribadi,” ujarnya. Alasan Tigor, 86 persen ruas kendaraan di Jakarta kini dikuasai kendaraan pribadi. Sementara, sisanya kendaraan umum. Padahal kendaraan umum mengangkut 56 persen warga. Sedangkan sisanya diangkut oleh kendaraan pribadi.

Memang, kata Tigor, sepeda motor jumlahnya jauh lebih banyak dari mobil. Tapi membatasi motor tanpa membatasi mobil adalah kebijakan tak efektif. Dia mengusulkan pemerintah provinsi lebih serius membangun pola transportasi makro. Busway, misalnya, sebetulnya sudah ideal mengatasi kemacetan. “Tapi busway baru mengadopsi 40 persen dari rancangan konsep utuhnya”, ujar Tigor.

Misalnya, perlu dipikirkan lahan parkir bagi pengguna busway yang tinggal di Depok, Bekasi dan Bogor. Mereka bisa meninggalkan kendaraan pribadinya di tempat angkutan busway. Lalu menggunakan bis cepat dan terjadwal itu masuk ke kota Jakarta.

Tigor melihat busway pun kini tak lagi tepat waktu. Seharusnya 15 menit sekali, tapi kerap kali bus itu baru datang sejam sekali. Itu pun sudah penuh penumpang. Kegagalan menjaga rutinitas dan kenyamanan, kata Tigor, adalah penyebab gagalnya busway menarik pengguna kendaraan pribadi menuju kendaraan umum.

Menurut penelitian Institute for Transportation and Development Policy, pengguna mobil beralih ke bus berjalur khusus ini hanya 7,1 persen, dan pengguna sepeda motor 15,4 persen. Sedangkan sisanya adalah peralihan penumpang angkutan umum reguler seperti metromini dan mikrolet.

Data itu menunjukkan target peluncuran bus Transjakarta belum sepenuhnya tercapai. Moda transportasi yang diluncurkan 2004 itu baru berhasil mengalihkan sekitar 22,5 persen pengguna kendaraan pribadi.

Tanpa pembenahan angkutan umum massal seperti busway, Tigor pesimis kemacetan Jakarta akan bisa dikurangi. Ia lebih mengacu pada busway, bukan angkutan massal lainnya seperti monorel dan subway, karena ongkos penyediaannya paling murah ketimbang moda transportasi massal lainnya.

Karena tak ada alternatif transportasi efektif dan murah, tentu pengendara sepeda motor seperti Darwis Mustopa misalnya, akan tetap menjalani aktivitas pagi harinya seperti biasa. Mungkin sampai 2014 tiba, jika benar Jakarta macet total, dan motor Darwis hanya boleh meraung di garasinya saja.

• VIVAnews