Sunday, January 30, 2011

Jalur Sepeda Terwujud Tahun Ini

Monday, 31 January 2011

JAKARTA(SINDO) – Harapan pengguna sepeda di Ibu Kota untuk memiliki jalur khusus bakal segera terealisasi.Tahap awal akan dibangun di kawasan Jakarta Selatan dengan rute pendek sepanjang 1,5 kilometer.

Namun, jalur panjang di tingkat provinsi belum bisa direalisasikan. Wali Kota Jakarta Selatan Syahrul Effendi mengatakan, tahap awal pembangunan jalur khusus akan dilakukan dengan sistem kluster yakni terhubung di setiap permukiman hingga pusat perbelanjaan. “Contohnya yang kajiannya sudah selesai adalah untuk Taman Ayodya hingga Blok M,” kata Syahrul kemarin.

Jalur tersebut akan melewati permukiman sehingga keberadaannya diharapkan mampu merangsang masyarakat untuk bersepeda. Pembangunannya akan dilaksanakan pada pertengahan tahun ini. Jalur sepanjang 1,5 kilometer tersebut akan dibangun mulai dari Taman Ayodya yang melintasi jalan- jalan permukiman hingga berakhir di Blok M. Dia optimistis tahun ini jalur pendek sepeda sudah dapat terealisasi.

Untuk merealisasikan jalur tersebut,pihaknya sudah melakukan survei di sepanjang Jalan Taman Ayodya - Blok M. Setelah dilakukan survei, Suku Dinas Perhubungan (Dishub) Jakarta Selatan memutuskan kawasan tersebut layak dibangun jalur khusus sepeda (jalur pendek). “Kita sudah lakukan survei dan Sudin (Suku Dinas) Perhubungan juga sudah menyatakan layak,” ucapnya. Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengakui bahwa pengguna sepeda mengalami peningkatan.

Namun, jumlahnya belum signifikan sehingga pembuatan jalur sepeda tingkat provinsi belum bisa dilaksanakan dalam waktu dekat. “Penduduk Jakarta saat ini sekitar 9,5 juta, sedangkan pengguna sepeda diperkirakan hanya 100.000 orang sehingga belum mencapai 10%,”ungkapnya seusai melantik Dewan Pimpinan Daerah Jakarta Komite Sepeda Indonesia (KSI) di halaman Kantor Wali Kota Jakarta Selatan kemarin.

Menurutnya, untuk membangun jalur sepeda tidak dapat dilakukan tanpa perhitungan yang matang.Namun,dia pembangunan jalur pendek sepeda dengan fasilitas yang lebih sederhana.Hal tersebut dilakukan untuk dapat meningkatkan lagi jumlah pengguna sepeda. “Silakan buat jalur pendek sepeda. Karena itu memungkinkan dalam batasan planingyang ada,”ujarnya. Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta Triwisaksana menyatakan, pembangunan jalur sepeda dan pejalan kaki sudah masuk dalam draf RTRW 2030.

Jika hal itu terealisasi, jalan-jalan protokol di Jakarta akan disesuaikan dengan para pejalan kaki dan jalur sepeda.Hanya saja, penerapan mengenai hal ini masih bergantung anggaran pemerintah. Yang menjalankan aturan tersebut adalah Pemprov DKI dan anggarannya disesuaikan dengan kebutuhan. Menurutnya,dengan keberadaan peraturan mengenai jalur khusus pejalan kaki dan pengendara sepeda, Kota Jakarta akan semakin tertata.

Saat ini hampir tidak ada ruang bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda.Trotoar yang seharusnya milik pejalan kaki beralih fungsi menjadi tempat berjualan dan pangkalan ojek.Untuk itu, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini meminta aparat hukum bersikap tegas.“Kalau ada pedagang yang berjualan atau para pengendara yang naik ke trotoar. Hal itu tugas aparat penegak hukum,” ujarnya.

Dalam Pasal 24 Raperda RTRW DKI 2030 dijelaskan, jalur pedestrian dan jalur sepeda dikembangkan pada pusat-pusat kegiatan primer dan sekunder serta kawasan transit oriented development(TOD). Jalur pedestrian dan jalur sepeda diintegrasikan dengan jaringan angkutan umum berikut fasilitas pendukungnya yang memadai dengan memperhitungkan penggunaannya bagi penyandang cacat.

Selain itu,penetapan jalur prioritas pedestrian dan jalur sepeda dan aturan lain yang lebih rinci diatur oleh peraturan gubernur (pergub) dengan memerhatikan ketentuan peraturan perundangundangan. Ada tiga konsep yang diajukan untuk jalur sepeda. Pertama, bike path yakni pemisahan jalur sepeda dari kendaraan bermotor. Kedua, bike line yaitu jalur sepeda disatukan dengan kendaraan bermotor.

Ketiga, bike road atau jalur sepeda yang dibatasi dan dilengkapi marka. Tiga konsep ini sama-sama memberikan peluang dibangunnya jalur khusus sepeda. Dengan pemisahan jalur antara sepeda dan motor dalam konsep bike path, keberadaan para pengguna sepeda menjadi lebih aman karena keberadaan mereka tidak disatukan dengan pengendara motor atau mobil. Sayangnya, implementasinya sangatlah tidak mudah.

Dengan keterbatasan lahan yang ada di sisi jalan, sangat tidak dimungkinkan lagi dilakukan pelebaran jalan khusus bagi sepeda. Adapun konsep bike line, penerapannya dimungkinkan asalkan dilakukan di ruas jalan yang tidak memiliki volume kendaraan yang tinggi. Demikian juga dengan konsep bike road. (helmi syarif/tedy achmad)

Sehari 21 Pengendara Terlibat Kecelakaan


Senin, 31 Januari 2011
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Ratusan pengendara sepeda motor terjebak kemacetan di Jalan Daan Mogot, antara Kalideres dan Cengkareng, Jakarta Barat, akhir tahun lalu. Sepeda motor menjadi moda transportasi utama bagi sebagian besar penduduk Jakarta untuk kegiatan sehari-hari.

Jakarta, Kompas - Di wilayah Jabodetabek, dalam sehari terjadi rata-rata 21 kali kecelakaan yang melibatkan pengendara sepeda motor. Kondisi itu diduga antara lain karena penggunaan sepeda motor naik pesat, tetapi tidak diikuti dengan disiplin berlalu lintas yang baik. Alhasil, lalu lintas kian semrawut dan angka kecelakaan pun meninggi.

Catatan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, jumlah sepeda motor sejak tahun 2006 sampai 2010 terus naik. Kenaikan setiap tahun rata-rata 600-800 unit. Kenaikan jumlah sepeda motor tertinggi terjadi dari tahun 2009 ke tahun 2010 mencapai 1,5 juta unit, dari 7,5 juta unit (2009) menjadi 9 juta unit. Total kendaraan bermotor tahun 2010 sebanyak 11,7 juta unit.

Pilihan warga dari menggunakan moda transportasi umum (bus, kopaja, metromini, angkutan kota, kereta api) ke sepeda motor, menurut Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Royke Lumowa, karena kondisi angkutan umum di Jakarta dan sekitarnya buruk.

Sinyalemen itu juga terbukti dari hasil survei Jabodetabek Urban Transportation Policy Integration Project (JUTPI) tahun 2010 yang menyatakan penumpang bus angkutan umum pada kurun waktu delapan tahun (2002-2010) turun 25,4 persen, dari 38,3 persen menjadi 12,9 persen, sementara pengendara sepeda motor naik 27,5 persen.

”Kalau mau mengubah situasi, sediakan angkutan umum yang aman, layak, dan murah,” ujar Royke, Kamis (27/1).

Soal kondisi angkutan umum di Jakarta, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan, Minggu (30/1), mengatakan, mayoritas angkutan umum reguler di Jakarta perlu diremajakan dan trayeknya ditata ulang. Sebagian besar kendaraan berusia di atas 10 tahun dan berkondisi buruk. Di sisi lain, trayek angkutan umum yang ada tidak memenuhi kebutuhan perjalanan warga Jakarta. Trayek disusun sejak 20 tahun lalu sehingga tidak cocok lagi dengan arah perjalanan warga.

”Banyak penumpang angkutan umum reguler pindah ke sepeda motor karena lebih mudah dan lebih cepat sampai tujuan. Mereka juga mengeluarkan biaya lebih murah dibanding naik angkutan umum,” katanya.

Menurut Tigor, beberapa pengusaha angkutan umum reguler mengeluhkan penurunan jumlah penumpang. Bahkan, ada pengusaha yang tidak mengoperasikan setengah armadanya karena tidak ada penumpang.

Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Selamat Nurdin mengatakan, perpindahan penumpang angkutan umum ke sepeda motor adalah bencana lalu lintas. Pertambahan jumlah sepeda motor berdampak langsung kepada meningkatnya kemacetan jalanan Jakarta.

Risiko kecelakaan juga meningkat karena cara warga berkendara tidak tertib, cenderung ugal-ugalan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta segera mengatasi masalah perpindahan penumpang angkutan umum ke sepeda motor atau kemacetan total Jakarta bakal terjadi semakin cepat.

Kemudahan memiliki sepeda motor dengan cara kredit menjadi salah satu faktor pemicu penambahan jenis kendaraan itu. Di banyak tempat ada tawaran memiliki sepeda motor secara mengangsur dan membayar uang muka Rp 500.000.

Perihal buruknya disiplin pengguna jalan, terutama sepeda motor, memunculkan banyak keluhan dari sesama pengguna jalan lain, misalnya pengemudi mobil pribadi dan pejalan kaki.

”Pengendara motor sering tidak memikirkan kepentingan pejalan kaki. Trotoar pun diserobot. Tuh, hampir saya diserempet motor itu,” kata Ani geram.

Karyawati perusahaan swasta itu berjalan di trotoar dekat Bank Panin, Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Kamis (27/1), kala dari arah belakang ada pengendara motor melaju kencang dan hampir menyerempetnya.

Polisi yang menangani lalu lintas pun berpendapat sama, disiplin pengemudi sepeda motor rendah. Perilaku tidak terpuji yang bisa membahayakan pengguna jalan lain, seperti menerobos lampu lalu lintas, berjalan zig-zag, mengebut, sampai menyerobot jalur satu arah.

Kepala Unit (Kanit) Kecelakaan Satuan Lalu Lintas Polresta Bekasi Kota Ajun Komisaris Heri Purwanto mengatakan, manusia adalah faktor penting penyebab kecelakaan. Mendahului dari kiri, mengebut, dan tidak mengabaikan tanda lalu lintas merupakan contoh perilaku yang rawan menyebabkan kecelakaan. Selain itu, kecelakaan juga dipengaruhi kondisi jalan.

”Pengendara yang kurang berhati-hati dan kurang disiplin dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan,” kata Heri. Hal senada dikatakan Ajun Komisaris Purwanto, Kanit Kecelakaan Satuan Lalu Lintas Polresta Bekasi Kabupaten, Sabtu (29/1). Di dua wilayah itu setiap hari terjadi dua kecelakaan lalu lintas yang umumnya melibatkan sepeda motor.

Di Kota Bogor, dari 102 kecelakaan lalu lintas pada 2010, 80 persen di antaranya melibatkan motor. Kanit Lalu Lintas Polres Bogor Kota Ajun Komisaris Syarief Zaenal Abidin menjelaskan, ada tiga penyebab.

Pertama, pengendara melambung ke kanan untuk mendahului mobil di depannya tanpa perhitungan, lalu pengendara itu bertabrakan dengan kendaraan dari arah berlawanan. Kedua, bermotor di tengah dua arus berlawanan kemudian pengendara motor tersenggol hingga jatuh, bahkan sampai ada yang terlindas mobil.

”Ketiga, pengedara motor menabrak pejalan kaki,” katanya.

Dia melaporkan, setiap bulan jumlah sepeda motor di wilayahnya naik rata-rata 275 unit.

Di Depok, Kanit Kecelakaan Lalu Lintas Satuan Polisi Lalu Lintas Polres Metro Depok Ajun Komisaris Supriyono mengatakan, 80 persen peristiwa kecelakaan lalu lintas di wilayahnya menimpa pengguna sepeda motor. Kecelakaan terjadi karena pengendara sering tidak sabar saat di jalan.

Mereka memanfaatkan kelebihan pergerakan sepeda motor yang lebih mudah menyelip dalam kemacetan jalan raya. Mereka juga menerobos kemacetan di tempat larangan mendahului kendaraan lain dan nekat menerobos jalan di antara mobil dan melintasi jalur pejalan kaki.

Kecelakaan paling banyak terjadi di Jalan Raya Bogor, Jalan Raya Parung - Ciputat, Jalan Raya Mochtar Sawangan, dan Jalan Raya Margonda. Wilayah itu kondisi jalannya lurus sehingga beragam kendaraan meramaikan jalan itu.

Banyaknya tudingan yang menyebut pengendara sepeda motor berperilaku barbar disambut senyum sinis Jarot (30), warga Cibubur, yang bekerja sebagai manajer satu perusahaan susu bayi.

”Semuanya barbar kok. Lihat saja, mobil dan bus umum juga menyerobot jalur kami. Kalau kami bertahan di belakang mereka, kapan sampainya? Tujuan naik motor memang biar bisa menyelip-nyelip,” tuturnya.

Fakta sebagian besar pemakai sepeda motor tidak berdisiplin lalu lintas ada di mana-mana. Misalnya di perempatan Karet Bivak, Jakarta Pusat. Setiap pagi, meski polisi lalu lintas berjaga, pengendara sepeda motor tidak canggung merangsek hingga nyaris ke tengah perempatan. Tanpa menunggu lampu hijau, setiap kali ada kesempatan, serombongan pengendara nekat menyeberang ke arah terowongan Dukuh Atas atau ke arah Jalan Jenderal Sudirman.

Belum lagi cara-cara instan menaklukkan kemacetan dengan memotong lewat jalur pejalan kaki, menerobos halaman kantor atau rumah orang, hingga mengokupasi sebagian jalur di ruas berlawanan karena jalur reguler sesak antrean kendaraan. Keadaan itu terjadi setiap pagi dan sore di Jalan Ciledug, Jakarta Selatan , dan Joglo Raya, Jakarta Barat.

Mudah menemukan pengendara sepeda motor membahayakan pengguna jalan lain. Mereka nyaris, bahkan benar-benar menabrak pejalan kaki, menyenggol, menggores badan kendaraan lain atau orang yang turun dari angkutan umum adalah hal biasa setiap hari.

”Kopaja di depan saya tiba-tiba mengerem di tengah jalan, penumpangnya, seorang ibu, turun begitu saja. Sudah mengerem habis, tetap saja saya menabrak ibu itu. Mau menghindar dengan membanting ke kanan atau kiri, ada kendaraan lain. Untungnya ibu itu cuma lecet-lecet sedikit,” ucap Jarot.

Budhie Soenarso (51), Wakil Ketua Pulsarian (berasal dari kata Pulsar, merek sepeda motor buatan India) Ranger Area Depok, menepis anggapan semua pengguna sepeda motor ugal- ugalan dan tidak taat aturan lalu lintas. Perkumpulan pengguna sepeda motor seperti itu memiliki sejumlah kegiatan positif.

Salah satu syarat menjadi anggota, wajib mengenal keselamatan berkendara. Calon anggota wajib mengikuti kursus singkat perihal aman berkendara sampai meraih sertifikat dari kepolisian. ”Jika tidak, dia tak dapat menjadi anggota,” katanya.

Anggota wajib memakai pelindung selama berkendara, seperti pelindung lutut, helm, jaket, dan sepatu. Mereka berbagi tips menembus kemacetan di ibu kota. Informasi itu dibagi antarsesama anggota jejaring sosial via internet.

(NDY/NEL/FRO/ART/ECA/COK/RTS/TRI)

Monday, September 20, 2010

Kabar Kecelakaan yang Tak Lagi Mengejutkan

Oleh : Hari Murti, S.Sos

Ada rumus dalam jurnalistik. Kalau anjing menggigit orang, itu biasa. Tetapi kalau sebaliknya, itu baru luar biasa dan layak berita.
Meminjam rumus itu, besarnya angka kecelakaan pada arus mudik dan arus balik setiap tahunnya seolah bukan berita luar biasa karena berita itu sudah tak mengejutkan lagi. Dari kacamata jurnalistik, justru ketidakterkejutan itulah yang jadi berita luar biasa mengejutkan. Sebab, bagaimana kita bisa tidak terkejut dengan hilangnya nyawa, cacat, atau sakit akibat kecelakaan tahunan itu. "Shock aku nengok kawan itu," kata seorang wartawan. "Kenapa?" tanya temannya. "Nyantai aja dia mendengar tetangganya masuk TV karena tewas kecelakaan mudik," jawabnya.
Tinggal tanggung jawab moral media massa saja sehingga masih mau memberitakan hal yang biasa-biasa saja dalam konteks nilai sebuah berita dalam pandangan audience. Hal ini dikarenakan media massa tetap mengedepankan ideologinya dalam melaksanakan peranannya. Bahwa media massa masih tetap memberi nilai pada sesuatu yang memang seharusnya sangat diperhatikan dan dicarikan solusinya, yaitu kecelakaan saat mudik dan balik. Tetapi, tetap saja nuansa keterkejutan tak terlihat, baik oleh media massa maupun masyarakat. Yang nampak hanyalah sekadar keprihatinan. Prihatin mengapa hal itu terus terjadi, prihatin terhadap pemerintah yang nampaknya tak dapat berbuat lebih dibanding tahun-tahun lalu, atau prihatin atas prilaku mengendara pemudik yang kurang turut aturan-aturan yang ada.
Prediksi
Kecelakaan dalam mudik dan balik seolah telah menjadi bagian yang melekat dalam tradisi tahunan tersebut, sebuah tradisi yang kerap membawa cerita tragis. Kabar soal sekian orang tewas, sekian luka, sekian cacat, dan seterusnya sudah dipastikan sangat besar jumlahnya, hanya tinggal menunggu laporan dari media massa saja. Yang tidak terprediksikan jumlah tepat korban, tetapi angka yang mendekati bersifat predictable. Bukan karena kemampuan analisis, tetapi karena sudah sangat berpengalaman selama bertahun-tahun.
Kalau prediksi tepat karena berlandaskan pengalaman, berarti fenomena itu terjadi secara kontinu dan ritme sifatnya. Ini juga sebenarnya berita luar biasa. Sebab, ini agak ironis dengan pribahasa bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Bagaimana kita bersikap hipokrit setiap tahunnya atas pribahasa itu dengan hanya mengatakannya saja, tanpa mengantisipasinya. Juga,mengapa bisa guru terbaik harus lahir dari matinya sekian nyawa manusia, bukan lahir dari kemampuan analisis. Sebab, dalam hal kecelakaan, pengalaman kecelakaan jelas adalah cara terburuk untuk mendapat guru terbaik itu. Disebut sebagai guru terbaik jika ia mampu merobah keadaan, bukan sekedar memberi informasi apa yang akan terjadi.
Nyatanya, prediksi yang berdasarkan pada pengalaman kecelakaan tahunan ini juga berita yang biasa-biasa saja. Padahal, seharusnya kita terkejut dan bertanya, kemana perginya kemampuan analisis atau antisipasi kita akan datangnya masalah tahunan itu di tengah begitu banyaknya perangkat-perangkat yang kita miliki itu. Pengalaman atas kecelakaan jelas perlu untuk mempertajam kemampuan analisis dan antisipasi. Tetapi, pengalaman itu nyatanya hanya tersimpan di memori, bukan lantas dimanifestasikan. Yang terjadi hanyalah penumpukan pengalaman, tidak lebih dari itu. Pun penumpukan pengalaman tanpa ada antisipasi itu tak jadi berita besar pula.
Terapkan Kejutan
Lihatlah berita-berita tentang kecelakaan arus mudik dan balik, baik berita televisi dan surat kabar. Gaya penyampaiannya bersifat menyentuh hati, empati, dan datar. Tidak ada lagi ekpresi keterkejutan, misalnya menggunakan kata-kata yang lebih menyengat, seperti luar biasa, tak terduga, dan terlalu. Ada juga yang merangkum daftar jumlah korban dalam bentuk tabel atau grafik saja, tak ubahnya itu hanya untuk keperluan data statistik. Jika pun beritanya keras, itu lebih dalam bentuk ketidakpuasan terhadap pemerintah. Lebih mirip sebagai aktivitas debat kusir tahunan saja.
Namun, saya bukan bermaksud mengatakan media massa bersalah, tidak sama sekali. Hanya untuk mengungkapkan betapa mengejutkannya ketidakterkejutan itu sendiri. Dan, sebenarnya media massa hanyalah salahsatu media komunikasi yang menyampaikan informasi tentang kecelakaan arus mudik dan arus balik itu, yang berarti keterkejutan saya adalah pada semua media komunikasi yang tidak menunjukkan keterkejutannya. Lebih dari itu, saya melihat bahwa akibat dari ketidakterkejutan ini, terjadi pergeseran konteks yang cukup jauh. Seharusnya konteksnya adalah mendapatkan solusi-solusi berdasarkan kemampuan analisis dan antisipasi, bergeser kepada kecelakaan mudik sebagai bagian dari tradisi mudik itu sendiri. Ini tragis.
Kita sama sekali tidak ingin melihat terjadinya pergeseran konteks, seolah kecelakaan sebagai bagian dari tradisi mudik lebaran. Maka dari itu, kalaupun berita kecelakaan mudik dengan jumlah korbannya itu terasa biasa saja, lakukanlah pengondisian keterkejutan itu. Buatlah seolah-olah ada yang membuat kita terkejut meskipun tanpa harus me-mark up atau mereduksi fakta. Karena pada dasarnya pun, ada aspek dan dimensi-dimensi yang cukup mengejutkan dari setiap peristiwa, apalagi peristiwa kecelakaan.
Terus terang saja, teknik komunikasi (berita) dengan suasana yang datar-datar saja akan memenuhi prinsip ekonomi untuk sesuatu yang sebenarnya sangat tak ternilai harganya, nyawa manusia. Kalau sesuatu itu sudah umum dan tak membelalakkan mata, harganya pun jadi murah. Lihat saja, hampir tak ada surat kabar yang menjadikan jumlah korban sebagai head line, hanya menempatkan berita korban di halaman pertama. Suasananya akan sangat berbeda jika 50 persen saja surat kabar memosisikan peristiwa kecelakaan mudik sebagai head line. Pemberitaanya pun bersifat periodik singkat, selama masih ada suasana lebaran saja.
Tetapi seperti yang saya katakan di atas, bahwa untung saja media massa masih punya tanggung jawab moral untuk memberitakan kecelakaan arus mudik dan balik itu. Andai media terlalu teoretis bahwa yang luar biasalah yang layak berita, mungkin kecelakaan arus mudik benar-benar jadi bagian dari tradisi. Jika sudah begini, jangan ceritalah soal bantuan ini dan itu atas korban kecelakaan mudik. Mungkin mereka malah disalahkan, mengapa nekat mudik naik sepeda motor.
Meskipun saya melihat media massa sudah cukup berperan, tetapi sebenarnya peranannya bisa lebih besar lagi. Dengan menerapkan manajemen pemberitaan yang mengejutkan tentang kecelakaan mudik, media massa akan mendorong pihak-pihak yang terkait untuk membenahi sistem transportasi kita secara sungguh-sungguh.
Saya sempat membaca berita di sebuah kolom yang kecil dengan judul Pemudik Sepeda Motor Ditilang. Saya melihat ada hal yang lain dari berita ini, yaitu ia bisa membuat orang yang tidak terpaksa mudik dengan motor akan mencari jenis kendaraan lain yang lebih aman. Itu hanya sebuah berita kecil di halaman belakang. Jika media massa sudah memprioritaskan berita-berita tentang mudik dengan suasana yang serius dan sedikit mengejutkan sebelum datangnya lebaran, maka kondisinya akan berbeda. Jumlah korban akan semakin kecil, rasa kemanusiaan kita semakin sensitif, pemerintah akan bekerja serius, dan yang paling penting lebaran tak diiringi dengan tragedi.
Selain media massa, seharusnya perusahaan-perusahaan di bidang telekomunikasi sudah mengambil peran sejak lama. Sebab, telepon selular adalah media komunikasi yang merata di tangan rakyat. Informasi dari media komunikasi personal, seperti telepon selular itu, terlihat lebih mendapat perhatian di masyarakat karena kesannya adalah pesan yang bersifat pribadi. Saya pikir memberi informasi secara kontinu lewat s.m.s., misalnya, akan tetap membuat semangat pemudik menjadi terkontrol.
Mengontrol semangat pemudik adalah sangat penting. Ini bisa dilakukan dengan media komunikasi personal seperti ponsel tersebut. Tapi, tanyalah pada diri kita sendiri, apakah Anda itu pribadi atau instansi yang mengelola komunikasi, berapa kali kita melihat layar ponsel yang menyampaikan pesan yang mengejutkan dengan informasi tentang kecelakaan yang baru terjadi. Yang ada di ponsel kita adalah pertanyaan yang menggenjot semangat untuk memulas gas sepeda motor agar lebih cepat lagi, seperti "Jam berapa sampai", Sudah ditunggui ini" atau "Kok lama sekali sampai". Atau paling-paling "Cepat ya, tapi hati-hati". Siapa yang tak terprovokasi untuk terus menyalip-nyalip kenderaan lain apalagi gema takbir sudah terdengar pula.
Jadi, cobalah mengimbanginya dengan informasi yang mengendurkan semangat itu, seperti "Intensitas kenderaan sangat padat. Kecepatan di atas 60 km/jam sangat berisiko". Kalau perlu, "Baru saja ada korban tewas akibat ngebut". Ini jauh lebih baik daripada sekedar menasihati, misalnya. Terus terang saja, menciptakan rasa takut masih sangat dibutuhkan di masyarakat kita. Saya tak bermaksud mengatakan kita perlu menakut-nakuti. Tetapi seringkali informasi yang menakutkan, bila sampai ke tangan pemudik, hanya sekedar mengingatkan saja. Jadi, pas sudah dosis informasinya. Kalau informasinya menasihati, ya sekedar angin lalu saja.
Mengimbangi Bencana
Yang lebih mengejutkan lagi sebenarnya adalah ketidakterkejutan kita atas jumlah korban. Bayangkan, kita sudah kenyang dengan berita tentang jumlah korban bencana alam. Jumlahnya hampir tidak jauh berbeda dengan jumlah korban "bencana" saat mudik, ratusan tewas, luka berat, luka ringan, dan trauma. Bedanya hanya penyebabnya, jumlah korban per kejadian, dan lokasinya yang sporadis.
Saya sebenarnya tak ingin menyebut ini sebagai bencana. Terlalu banyak bencana yang mengancam kita. Alangkah "jahatnya" jika ada "bencana" di hari raya itu. Tapi kembali kepada persoalan dosis informasi, saya ingin mengesankan adanya keterkejutan itu. Dengan terkejut, refleks akan muncul. Meskipun refleks itu di luar rencana, itu masih jauh lebih baik dibanding refleks ketika terjadinya kecelakaan itu, bukan?
Jadi, tetaplah terkejut atas kecelakaan. Jika Tuhan menciptakan sesuatu, pasti ada manfaatnya. Buat apa kita merasa datar-datar saja karena sesuatu itu terjadi bukan pada diri kita. Pemerintah tak usah lagi diharapkan karena politik membuat terlalu banyak kejutan tanpa menimbulkan korban jiwa. ***
Penulis adalah pemerhati sosial. Alumnus STIK "Pembangunan" Medan.
Opini, Analisa Daily Senin 20 Sept 2010

Monday, September 13, 2010

Ribuan Pemudik Bermotor Padati Jalinsum

Senin, 13 September 2010
KOMPAS/YULVIANUS HARJONO
Kapolda Lampung Brigjen Pol Sulistyo Ishak melepas para pemudik bersepeda motor yang akan dikawal kendaraan polisi, Selasa (7/9/2010). Tiga hari menjelang Lebaran, pemudik yang menuju ke arah Lampung masih didominasi sepeda motor.
KISARAN, KOMPAS.com — Jalan lintas Sumatera atau jalinsum dari Kota Medan-Tebing Tinggi menuju Kisaran-Rantau Parapat hingga Kota Pinang perbatasan Provinsi Riau pada H+2 Lebaran dipenuhi puluhan ribu pengendara sepeda motor.

Menurut laporan pada Senin (13/9/2010), puluhan ribu pengendara sepeda motor yang umumnya berboncengan tiga hingga empat orang adalah masyarakat yang melakukan perjalanan arus balik Lebaran.

Badan jalan provinsi yang selama ini cukup padat ramai kendaraan penumpang, seperti bus dan truk, pada hari itu terlihat dipenuhi pengendara sepeda motor, baik yang sendiri-sendiri maupun rombongan yang beriring-iringan.

Akibat padatnya jumlah pengendara sepeda motor, jarak tempuh Medan-Kisaran sepanjang 200 km yang biasanya bisa ditempuh paling lama tiga setengah jam menjadi enam jam.

Kemacetan juga terjadi di beberapa tempat, seperti di Simpang Lima Puluh dengan Perdagangan dan Batubara, kemudian lebih para lagi kemacetan di kawasan Pasar Bengkel dan Sei Rampah. Badan jalan itu dipenuhi pengendara sepeda motor.

Banyak pengendara sepeda motor yang terlihat lelah harus beristirahat di bawah pohon-pohon kelapa sawit dan karet atau di SPBU yang terdapat di sepanjang jalinsum.

Seorang pengemudi bus mini umum yang melayani penumpang dari Medan-Sibolga, Rahman Napitupulu, mengaku jumlah penumpang justru menurun sekitar 35 persen pada Idul Fitri 1431 Hijriah dibanding Lebaran tahun lalu.

"Penurunan jumlah penumpang itu diperkirakan karena banyaknya masyarakat yang mudik Lebaran menggunakan sepeda motor. Itu bisa dilihat sepanjang jalan dari Medan-Pematang Siantar-Tarutung hingga Sibolga," katanya.

Friday, January 1, 2010

Natal dan Tahun Baru, 26 Tewas di Sumut

Jumat, 1 Januari 2010 | KOMPAS Andy Riza Hidayat

MEDAN, KOMPAS.com - Delapan hari Operasi Simpatik Toba di seluruh wilayah Sumatera Utara terdapat 26 orang tewas karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini umumnya dialami oleh pengendara sepeda motor.

Mereka yang menjadi korban banyak dari kalangan remaja. Mereka tidak bisa mengendalikan diri saat di jalan, tutur Kepala Posko Operasi Simpatik Toba Kepolisian Daerah Sumut Ajun Komisaris Sawangin, Jumat (1/1/2010) di lokasi posko.

Sawangin mengatakan, kecelakaan lalu lintas itu juga menyebabkan 21 orang luka berat dan 28 orang luka ringan. Jumlah kasus kecelakaan lalu lintas kali ini lebih kecil dibanding kasus yang sama tahun lalu. Tahun lalu selama sepuluh hari (data kali ini baru delapan hari), jumlah kecelakaan lalu lintas sebanyak 59 kasus.

Sejak 24 sampai 31 Desember, tuturnya, petugas mencatat 396 bukti pelanggaran (tilang) lalu lintas . Pemberian bukti pelanggaran ini dijatuhkan khusus kepada pengguna jalan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Petugas juga memberikan 427 teguran kepada pelanggar lalu lintas. Mereka yang men dapat teguran di antaranya mengemudikan kendaraan terlalu cepat, tidak membawa kelengkapan surat mengemudi, melawan arus, dan melanggar marka jalan.

Pada umumnya arus lalu lintas lancar. Hanya saja arus yang dari Kota Medan menuju Kabupaten Kato lambat merayap, katanya. Kondisi ini terjadi karena banyak warga yang memanfaatkan hari liburnya ke kawasan itu.

Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Daerah Sumut Ajun Komisaris Sabilul Alif mengatakan pada 1 Januari 2010 ini, sebanyak 300 personel mengamankan jalur dari Medan menuju Kabupaten Karo. Ada sejumlah titik yang berpotensi menimbulkan kemacetan lalu lintas di sepanjang ruas ini. Salah satu pemicu kemacetan itu adanya kerusakan jalan di Sembahe dan Bandar Baru, Kabupaten Deli Serdang (ruas jalan antara Medan dan Karo).

"Petugas kepolisian kurang mendapat dukungan dari instansi lain. Padahal dalam rapat koordinasi angkutan Natal dan Tahun Baru, instansi lain mendukung bersama. Kenyataannya, koordinasi di lapangan kurang," katanya.

Saturday, November 21, 2009

Kemacetan Medan dekati titik jenuh

Tuesday, 17 November 2009 07:38

WASPADA ONLINE

MEDAN - Kemacetan lalu lintas di kota Medan sudah mendekati titik jenuh kenderaan mencapai 0,7 sampai 0,8. Kondisi ini sudah terjadi di ruas jalan tertentu, antara lain, di ruas Jalan Iskandar Muda dan Jalan Balai Kota.

“Jika persoalan lalu lintas ini tidak ditangani segera, maka 5-10 tahun ke depan, kemacetan mencapai titik jenuh total. Artinya, kendaraan sulit bergerak,” kata analis transportasi dari Universitas Sumatera Utara (USU), Sofyan Asmirza S, tadi malam.

Menurut Sofyan, kemacetan lalu lintas yang telah mengancam masyarakat kota ini disebabkan karena transportasi semakin padat. Sementara prasarana jalan dan dana pembangunan infrastruktur terbatas dari pemerintah. Untuk itu, lanjutnya, harus ada pengaturan yang lebih jelas. Sofyan mengatakan, paling tidak ada lima langkah yang harus dilakukan oleh Pemko Medan. Pertama, harus ada koordinasi sistem angkutan umum Medan Binjai Deliserdang Karo (Mebidangro) yang terintegrasi dan bisa dikendalikan.

Misalnya, perlu dibangun infrastruktur rel kereta api yang menghubungkan daerah-daerah pinggiran kota, sehingga orang yang ingin ke kota tidak harus berduyun-duyun menggunakan kendaraan masuk ke kota, melainkan cukup menggunakan sarana kereta api. Kedua, trayek transportasi umum harus diatur kembali. Kebijakan ini, lanjutnya, sangat berat dilakukan karena tidak hanya berdampak teknis tetapi berdampak sosial. Kebijakan dalam bentuk perampingan trayek ini, ujarnya, sudah pasti mengurangi jumlah angkot dan tenaga kerja.

Begitu pun, katanya, perampingan trayek ini harus dilakukan karena 10 tahun ke depan, kota ini mengalami kemacetan dengan titik jenuh kendaraan yang luar biasa. Untuk itu, lanjutnya, perampingan trayek harus dilakukan 5-10 tahun ke depan.

Beberapa sarana jembatan layang (fly over) yang sudah ada seperti di Amplas, Pulo Brayan dan akan rencananya dibangun di Jalan Jamin Ginting, Pondok Kelapa dan Kampung Lalang, menurut Sofyan, hanya menyelesaikan kemacetan di spot tertentu saja atau fly over hanya menyelesaikan kemacetan di tempat itu. Tidak terintegrasi di lokasi lain.

Ketiga, melakukan pengaturan manajemen waktu dan penggunaan jalan. Misalnya, jam sekolah. Pemko bisa mengatur jam masuk sekolah yang lebih cepat, sehingga tidak terjadi penumpukan kendaraan seperti yang dilakukan di Jakarta. Selain itu, lanjutnya, bisa membuat pengaturan plat mobil yang masuk ke kota pada waktu tertentu.

Keempat, Pemko harus membenahi terminal dan fasilitas yang berkaitan dengan angkutan umum, antara lain, kondisi fisik kendaraan, tempat berhenti maupun menunggu angkot. Kelima, Pemko harus memikirkan persoalan lalu lintas dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Misalnya, dalam pemberian izin mendirikan bangunan seperti membuka lokasi perumahaan dan pertokoan, lanjutnya, Pemko jangan hanya mengeluarkan SIMB tetapi harus memikirkan dampak lalu lintasnya dalam sebuah tata ruang. Kondisi saat ini, katanya, Pemko hanya mengeluarkan SIMB tetapi tidak memikirkan dampak lalu lintas.

Sofyan pengajar di Fakultas Teknik USU mengakui, dari beberapa hal di atas, yang paling mudah dan bisa segera dilakukan adalah poin kelima dan keempat. Paling tidak dapat mengurangi kejenuhan kendaraan menjadi 0,5 pada 10 tahun ke depan.

Penambahan kendaraan tidak terkendali setiap tahun yang tidak sejalan dengan pertumbuhan jalan, hanya nol persen, juga diakui kepala Seksi Angkutan Dishub Medan, Edu Pakpahan. Untuk angkutan umum terjadi kenaikan 11 persen per tahun. Sedangkan penambahan sepeda motor 11,96 dari tahun lalu.

Akibatnya, kota Medan diliputi kemacetan lalu lintas yang semakin parah. Dishub mencatat jumlah angkutan umum tahun 2007 sudah mencapai 1.425.943 unit. Rinciannya, mobil penumpang sebanyak 189.157 unit, gerobak 120.328 unit, bus 12.751 unit. Sementara itu, sepeda motor mencapai 1.103.707 unit ditambah becak bermotor 26.500 unit.(dat02/waspada)

Kapoltabes: Angka kecelakaan didominasi sepeda motor

Sunday, 22 November 2009 08:51

KIKI SAFITRI WASPADA ONLINE

MEDAN – Kepala Kepolisian Kota Besar (Kapoltabes) MS, Kombes Pol Imam Margono, mengatakan, angka kecelakaan di kota Medan didominasi oleh para pengendara sepeda motor. Hal itu, seiring dengan pertumbuhan kenderaan roda dua itu, sehingga membuat arus lalu lintas menjadi padatnya.

“Kecelakaan itu terjadi pada pemakai sepeda motor, karena kurangnya menjaga keselamatan dan tidak mematuhi aturan lalu lintas,” katanya, pagi ini.

Berbicara pada sosialisasi safety riding, Kapoltabes menyebutkan, berdasarkan catatan kepolisian bahwa setiap tahun 200 nyawa melayang yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas.

" Saat ini berdasarkan laporan data yang ada angka kecelakaan 200 orang meninggal dalam kecelakaan setiap tahunnya dijalan raya,sehingga dalam hal perlu kiranya mematuhi aturan lalu lintas.Tidak hanya itu kelengkapan dalam memakai sepeda motor juga harus ditaati demi keselamatan," paparnya.

Disatu sisi, Kasalantas Poltabes Medan,Kompol Sabilul Alief, mengatakan dengan adanya kegiatan safety riding, agar masyarakat dapat mengerti, dan memahami aturan berkenderaan.

Dikatakan, saat ini banyak yang belum mengetahui peraturan berlalu lintas, serta cara berkenderaan dengan baik, sehingga setiap tahunya terjadi 400 pelanggaran lalu lintas dengan angka kecelakaan 200 orang meninggal.

"Angka ini bisa meningkat untuk itulah dibutuhkan sebuah teroboson dalam mengatasi hal ini.Saat ini Undang-undang yang baru telah ada,dengan titik berat hukuman lebih besar dari Undang-undang sebelumnya,"katanya.

Sedangkan, Arifin Posmadi selaku General Manager CV Indako Trading Co mengatakan, kegiatan "Honda Fiesta" merupakan perayaan produksi motor Honda ke-25 juta di Indonesia dan bentuk rasa terima kasih Honda kepada masyarakat Indonesia sebagai konsumen yang telah memberi kepercayaan kepada Honda selama hampir 40 tahun.

“Semuanya ini tidak terlepas karena di Indonesia, Honda menjadi produsen sepeda motor pertama yang mampu memproduksi motor sebanyak 25 juta unit bahkan juga pertama kali di ASEAN. Hal ini menjadi dasar dan juga sebagai bentuk apresiasi kepada konsumen Honda, khususnya masyarakat Sumatera Utara dalam hal ini Kota Medan,” katanya.
(wol22/wol-mdn)