Thursday, June 25, 2009

Presiden Tandatangani UU LAJ

By Republika Newsroom
Rabu, 24 Juni 2009 pukul 12:22

JAKARTA-- Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menandatangani naskah Undang-Undang (UU) Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ). "Pak Presiden RI sudah tandatangani naskah UU LLAJ dan untuk kemudian diproses penomorannya," katanya saat memberikan sambutan dalam pembukaan Pekan Nasional Keselamatan Jalan (PNKJ) 2009 di Teater Tanah Airku, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Rabu (24/6).

Menurut Jusman, UU tersebut telah disetujui DPR RI pada 26 Mei 2009. UU itu diniatkan sebagai pengganti UU LLAJ No 14/1992. Dia menuturkan, kehadiran UU LLAJ adalah jawaban atas perlunya langkah kongkret untuk mewujudkan terciptanya peta jalan keselamatan nol (roadmap to zero accident). "Memang untuk mewujudkan itu sepertinya tidak mungkin, tetapi semua itu harus diupayakan," katanya.

Jusman menyebutkan, dalam UU itu harapan Presiden RI melalui enam langkah prioritas demi terwujudnya keselamatan jalan yang disampaikan pada PNKJ pertama, sudah terakomodasi semuanya.

Menhub antara lain menyebutkan, pentingnya kelembagaan dalam UU LLAJ yang termuat dalam pasal 13 ayat dua yakni tentang Forum Lalu Lintas, pasal 203 (2) tentang Rencana Umum Keselamatan dan pasal 245 tentang Tata Cara Sistem Informasi untuk keselamatan dan lain-lain. Secara keseluruhan UU LLAJ terdiri atas 22 bab dan 326 pasal.

Ketua Panja RUU LLAJ saat itu, Yoseph Umar Hadi menyebutkan bahwa UU LLAJ didefinisikan sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya.

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan asas transparan, akuntabel, berkelanjutan, partisipatif, bermanfaat, efisien dan efektif, seimbang, terpadu, dan mandiri.

Selain itu, lalu lintas dan angkutan jalan diselenggarakan dengan tujuan terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar dan terpadu. Serta mengedepankan etika berlalu lintas dan budaya bangsa, penegakan hukum dan kepastian hukum. (ant/rin)

Menhub Buka Pekan Keselamatan Jalan ; Korban Kecelakaan Lalin 1,2 Juta Jiwa/Tahun

Analisa Online, 25 Jun 2009

Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal membuka Pekan Nasional Keselamatan Jalan ke-3 tahun 2009 di Teater Tanah Airku, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Rabu.

Kegiatan tersebut bertujuan membangkitkan kesadaran seluruh pihak dan lapisan bahwa keselamatan transportasi jalan merupakan tanggung jawab bersama.

Menhub memaparkan, kampanye ini merupakan program pengimplementasian dari resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang Improving Global Road Safety, yaitu program untuk menekan angka kecelakaan di jalan yang menurut catatan WHO telah pada kondisi mengkhawatirkan (mencapai 1,2 juta korban meninggal per tahun atau 3.288 jiwa per hari).

Di Indonesia, jumlah kecelakaan pada 2009 meningkat menjadi 19 ribu kasus dibandingkan tahun lalu (18 ribu kasus). Sekitar 70 persen dari total kecelakaan melibatkan kendaraan sepeda motor.
Namun, jika mengacu pada hasil perhitungan ASEAN Development Bank, angka kecelakaan di Indonesia mencapai hingga 30 kasus ribu per tahun.

“Upaya mensosialisasikan keselamatan dan mengantisipasi kecelakaan di jalan terus dilakukan, tetapi mewujudkan keselamatan di jalan secara maksimal tidak bisa dilakukan satu pihak. Butuh sinergitas dari semua pihak dan harus dilakukan secara berkesinambungan,” ujar Menhub.

Menurut Menhub adanya perbedaan penghitungan angka kecelakaan di Indonesia menjadi persoalan dalam mengupayakan penurunan angka kecelakaan. “Ke depan, data kecelakaan nasional hanya dikeluarkan satu sumber, yaitu pusat informasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Nanti data itu yang jadi referensi,” sambung Menhub.

Ketua Global Road Safety Partnership (GRSP) Indonesia Giri Suseno menambahkan, Tujuan Pekan Keselamatan Jalan adalah mengajak semua orang menggunakan hati nuraninya untuk saling toleransi dan menyelamatkan orang lain. “Kita juga ingin mengingatkan masyarakat bahwa keselamatan menjadi tanggung jawab bersama. Bukan hanya tanggung jawab pemerintah,” katanya. (try)

Monday, June 22, 2009

Karena Motor Beranak Seperti Kucing


Saban hari sekitar 900 motor baru meraung di jalan ibukota.
Jum'at, 19 Juni 2009, 22:04 WIB
Maryadie

VIVAnews - MACET di Jakarta kian menjengkelkan. Jarak 20 menit, harus ditempuh satu jam. Gubernur DKI, Fauzi Bowo, menuding pesatnya jumlah motor sebagai salah satu penyebab kian parahnya kemacetan. Sepeda motor, katanya, bukan tambah satu, “Tapi beranak seperti kucing.”

Soal “beranak seperti kucing” itu, Fauzi Bowo ada benarnya. Saban hari sekitar 900 motor baru meraung di jalan ibukota. Fauzi Bowo --yang dalam laporan harta kekayaan saat mencalonkan diri jadi gubernurmemiliki 10 motor gede Harley Davidson— sedang merencanakan pembatasan pengunaan kendaraan bermotor.

Tapi apakah jumlah motor yang melejit itu sebagai sebab utama. VIVANews membuka diskusi soal ini dengan para pembaca. Jawaban mereka beragam. Berikut petikannya.

M.Ritonga via Komentar
Tidak ada salahnya bila Bang Foke mengatakan "macet yang merajalela di Jakarta karena pertumbuhan kendaraan tidak seimbang dengan pelebaran jalan".

Yang salah adalah bila tidak adanya keberanian Pemda DKI memberlakukan UU usia maksimal kendaraan dan maksimal kepemilikan mobil pribadi dalam sebuah keluarga.

Sebab mobil pribadi adalah biang utama kemacetan Jakarta. Jika UU telah diterapkan sebagaimana mestinya, maka angkutan publik akan tertata dengan sendirinya.

Ardi via Komentar
Pak Gubernur yang baik. Sebaiknya jangan mencari kambing hitam. Kalau tidak mampu mengatasi kemacetan, katakan saja bahwa memang tidak gampang mengatasi kemacetan di Jakarta. Jangan salahin sana dan sini. Katanya ahlinya...!!! Ahli ngeles...!!! Sumber kemacetan utama, ya proyek Busway itu...!!

Oton via Komentar
Sebetulnya bukan hanya banyaknya sepeda motor yang menambah kemacetan, tetapi juga akibat yang ditimbulkan para pengendara sepeda motor. Dengan banyaknya orang memakai sepeda motor, angkot dan Metromini jadi kurang penumpang. Akibatnya angkot dan Metromini yang ngetem di pinggir bahkan di tengah jalan makin banyak.

Belum lagi ulah pengendara motor yang sering kali mengambil jalan pintas. Jalan satu arah diterobos jadi dua arah, dilarang putar balik dilanggar. Dilarang belok kanan tetap saja belok kanan. Kalau hujan berteduh di bawah jalan tol atau jalan layang sampai lebih dari setengah jalan.

Kalau hanya jumlahnya banyak saja, tetapi sikap pengendara motor tertib, dan dilakukan pengaturan kendaraan umum. Seharusnya pengendara motor tidak memacetkan jalan.

Deska via Komentar
Wah, rencana beli motor jadi kacau. Takut dituduh ikutan memberikan kontribusi kemacetan

Dian via Komentar
Tol aja macetnya karena mobil bukan sama motor. Luas mobil itu sama dengan empat motor bebek. Aneh-aneh aja, yang bikin macet itu jalannya kurang banyak. Toh pemda DKI juga menikmati pajak motor dan bea balik nama kendaraan yang kontribusinya lebih dari 50% dari Pendapatan DKI. Apa mau bikin aturan two ini one motor bang?

Alk via Komentar
Itulah orang yang kurang mampu memimpin. Kalau ada yang salah dan untuk melindungi diri sendiri, cara yang gampang adalah tinggal tunjuk yang lain.

Dani via Komentar
Emang nih, bang Foke. Jangan sampai mengecewakan para vooternya dulu dong. Kebanyakan yang milih dia kan dulu bikers. Kok sekarang malah menyalahkan bikers. Progresnya lambat nih, padahal tinggal meneruskan proyek Bang Yos dulu.

Mash'al via Komentar
Kalau memang motor yang menyebabkan kemacetan, kenapa di jalan tol malah lebih sering macet setiap saat. Harusnya sadar kemacetan di Jakarta itu banyak faktornya. Faktor dominannya itu adalah sedikitnya pertambahan ruas jalan di Jakarta. Coba bang Foke menjelaskan itu.

Terus bagaimana kelanjutan proyek busway di Gatot Subroto? Sudah menghabiskan uang banyak, tetapi sampai sekarang tidak dioperasikan.

Agus via Komentar
Bang Foke kurang mengerti nih. Coba Bang Foke perhatikan jika satu motor ditumpangi dua orang di kalikan ratusan motor diatur seperti busway pasti jalan lancer. Akan tetapi jika satu mobil ditumpangi satu orang dikalikan puluhan saja, bayangkan macetnya minta ampun. Saya siap berdebat dengan Bang Foke siapa yang bikin macet?

Zaki via Komentar
Seratus motor dalam satu jalur paling makan 20 meter. Tapi bila 100 mobil dalam satu jalur bisa keliling Monas panjangnya. Mana yang bikin macet, jangan motor terus yang jadi kambing hitam. Motor juga bayar pajak, motor juga harus diperhatikan.

Roy via Komentar
Ya Tuhan, kok yang mengaku ahli nggak mengerti penyebab utama macet di Jakarta. Tentus aja jawabannya, mobil pribadi. Sebab jika motor, kecuali moge bang Foke yang gede itu, justru mengurangi kemacetan.

Sebuah riset di Universitas Padjajaran beberapa waktu lalu menunjukkan flow satu mobil sama dengan delapan motor. Ini karena bodi mobil yang besar ditambah lebih rigid. Seratur motor mogok di jalan tidak pengaruh banyak, tapi satu Alphard aja yang mogok di Casablanca, duh macetnya.

Prihatin via Komentar
Teganya dikau menyalahkan rakyat kecil bang. Sebagai rakyat kecil hanya bisa berdoa semoga Allah menganugerahkan kita pemimpin-pemimpin yang amanah.

Ash via Komentar
Menurut saya macetnya Jakarta penyebabnya sangat sederhana.. Gagalnya pemerintah Jakarta memuliakan warganya dalam penyediaan angkutan massal yang manusiawi.

Verycash via Komentar
Jangan salahkan kucing mengandung. Maksudnya kalau sepeda motor dijadikan acuan jadi biang macet, karena lahirnya kebanyakan, berarti yang minta itu kucing beranak harus juga disalahkan.

Ocean Read via Forum
Makanya tiap orang kerja pakai motor aja semua . Jadi kan jalan tol bisa dipakai buat motor. Dia sendiri punya 10 motor, ngomongnya nggak pakai kaca apa ya.

Blind guardian via Forum
Angkutan umum yang bikin macet tuh. Berhenti sembarangan, menyetir ugal-ugalan. Lebih baik di tempat-tempat yang ada busway nggak boleh ada angkutan umum lagi. Masalah motor tuh kebanyakan suka menyalip yang intinya nggak mau antre Dibuatin lajur khusus motor aja.

ahongdunia via Forum
Kalau cuma motor yang disalahin itu kurang adil. Motor menyalip karena ruang yang besar sudah dipakai mobil. Dari pada bangun jalur busway, bagusnya mobil sama motor dibuat jalur khusus aja jadi baru ketahuan yang buat macet itu yang mana. Tol yang tidak dilewati motor aja tiap hari macet.

Jay_aje via Forum
Jangan cuma bisa menyalahkan kaum kecil. Namun yang harus disalahkan itu kaum borjuis karena setiap satu orang anggota keluarga mereka pasti punya satu atau dua kendaraan.

Makanya kalau berani jangan menyalahkan tapi ambil sikap tegas terhadap kendaraan yang masuk ke Indonesia secara ilegal. Bahkan kalau perlu para pelakunya di tembak di tempat aja biar kapok.

• VIVAnews

"Kami Akan Batasi Kendaraan Pribadi"


Akan ada kawasan-kawasan yang tidak boleh dilewati motor.
Jum'at, 19 Juni 2009, 22:05 WIB
Edy Haryadi, Lutfi Dwi Puji Astuti

VIVAnews – Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menuding sepeda motor merupakan penyebab utama kemacetan di Jakarta dan berniat membatasi penggunaan kendaraan roda dua itu. Untuk mengetahui rencana pembatasan itu, berikut wawancara Lutfi Dwi Puji Astuti dengan Fauzi Bowo. Berikut petikannya:

Apa alasan Anda menuding sepeda motor sebagai biang keladi kemacetan Jakarta?
Pertumbuhan motor di Jakarta seperti sering saya katakan bagaikan kucing beranak. Jumlah motor yang ada di DKI lebih banyak daripada kendaraan roda empat. Di Jakarta ada 2,4 juta kendaraan roda empat dan lebih dari 3 juta kendaraan roda dua. Ini bukan hanya menyebabkan macet tapi juga meningkatkan kadar polusi.

Ini bukan karena laju pertumbuhan jalan raya di Jakarta yang sangat lambat?

Jakarta memang mengalami keterbatasan dalam penambahan ruas jalan. Jakarta hanya memiliki jalan seluas 6,2 persen dari luas wilayah ibukota yang mencapai 650 km2 dan jauh dari yang dibutuhkan.

Idealnya luas jalan di Jakarta 10-14 persen. Sementara jumlah kendaraan bermotor di Jakarta saja pada akhir tahun 2007 mencapai 5,7 juta unit. Pertumbuhan jalan di DKI Jakarta hanya tumbuh 0,01 persen per tahun. Sedangkan pertumbuhan kendaraan 5 tahun terakhir naik 9,5 persen per tahun. Setiap hari rata-rata ada 1.027 unit permohonan STNK baru dengan 236 mobil dan 891 motor.

Apa solusi Anda untuk mengatasi hal ini?

Dari dulu solusinya juga sama, yaitu (pengendara kendaraan bermotor) pindah ke angkutan umum. Maka dari itu angkutan umum perlu kita perbaiki. Cuma sekarang kan pembangunan angkutan umum baru berjalan. Subway-nya (Mass Rapid Transportation/MRT) baru bisa mulai 2010, tidak bisa lebih cepat dari itu. Kemudian revitalisasi kereta api juga mungkin baru bisa berfungsi 2011.

Jadi semuanya ini (adanya MRT dan KA) harapan saya bisa menampung dengan kapasitas lebih besar. Ini sebagai pilihan warga Jakarta yang naik kendaraan pribadi untuk naik kendaraan umum.

Anda berencana membatasi jumlah sepeda motor?

Perlu diingat, bukan sepeda motornya yang kita batasi, tapi penggunaannya. Kita tidak bisa melarang orang begitu saja untuk membeli motor, yang kita batasi, perlu saya tegaskan, penggunaannya. Bukan hanya sepeda motor tapi seluruh kendaraan pribadi.

Apa kiatnya?

Tentu ada kiat-kiat lain yang harus kami lakukan supaya orang cenderung untuk memakai angkutan umum. Misalnya, kendaraan pribadi pajak-pajaknya pasti akan kami tingkatkan. Juga penggunaan lalu-lintas itu juga akan ada pembatasannya.

Ini semua kita lakukan untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Itu semua harus berjalan pararel. Tidak bisa sekarang saya berlakukan aturan yang keras sekali, sehingga orang merasa sangat berat untuk menggunakan kendaraan pribadi, sementara itu saya belum menyediakan angkutan umumnya. Kan tidak bisa begitu. Maka dari itu angkutan umum secara bertahap kita perbaiki.

Perlu diingat ini bukan hanya untuk sepeda motor tapi ini untuk semua kendaraan pribadi. Untuk motor mungkin nanti juga ada arahan khusus. Yang pasti angkutan umumnya dulu.

Pembatasan penggunaan kendaraan bermotor kapan mulai dilakukan?

Ya.. kan kalau angkutan umum massalnya baru bisa beroperasi penuh misalnya tahun 2014 atau 2015 atau pada saat MRT nya jalan, tapi MRT nya juga belum jalan. Berarti seluruh peraturan distrik itu baru bisa kami berlakukan pada saat itu. Kalau sedikit-sedikit sih sudah mulai kita cicil.

Moda transportasi massal apa yang disediakan DKI untuk pengganti sepeda motor?

Kami akan bangun KA bawah tanah (MRT), kita akan kembangkan jalur-jalur busway sebagai feeder, tapi ini juga belum cukup. Tapi kan masih ada taksi, maka dari itu kita butuh taksi. Untuk pembatasan kendaraan pribadi yang akan datang sudah barang tentu butuh waktu, tidak mungkin ciptakan sistem angkutan umum massal dengan cepat. Kita perlu tahapan-tahapan. Peningkatan pelayanan juga nantinya perlu ditingkatkan. Kendaraan memang suatu kebutuhan tapi layanan perlu ditingkatkan, tidak boleh dilupakan.

Apa yang akan Anda prioritaskan?

Untuk masalah ini, kita juga terus koordinasi dengan Kapolda. Minggu ini atau minggu depan kita akan kumpul lagi setelah ulang tahun Jakarta. Saya akan bicara mengenai langkah apa yang bisa kita dahulukan, misalnya motor mungkin akan ada kawasan-kawasan yang tidak boleh dilewati motor, seperti di Beijing.

Itu harus dijaga benar karena bisa menambah trafik di situ. Dan tentu kita juga harus berikan alternatif lain sebagai solusi, mesti lewat mana nantinya motor-motor itu kalau mereka tidak boleh lewat jalan itu. Semua sudah ada perencanaannya, minggu depan setelah ulang tahun Jakarta kita akan fokus bicarakan itu.

• VIVAnews

Perlu Belajar dari Jepang

Jumlah kendaraan 10 kali lipat lebih besar, tapi tak semacet Jakarta
Jum'at, 19 Juni 2009, 22:00 WIB
Heri Susanto, Elly Setyo Rini

VIVAnews – “Jakarta akan macet total pada 2014,” kata Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo beberapa waktu lalu. Macet total, berarti untuk sekedar keluar dari garasi rumah pun, mobil tidak bisa. Jalanan sudah penuh sesak oleh jutaan mobil dan motor.

Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia, Bambang Susantono menilai pernyatan Fauzi Bowo kemungkinan besar bakal menjadi kenyataan. “Hitung-hitungannya sederhana,” ujarnya di Jakarta, Jumat, 19 Juni 2009.

Bayangkan, kata Bambang, luas seluruh jalan Jakarta sebesar 45 juta meter persegi. Pertambahan jalan nyaris tidak ada. Sedangkan, jumlah mobil dan motor di Jakarta terus melonjak. Rata-rata pertumbuhan jumlah motor mencapai 14-15 persen per tahun, sedangkan jumlah mobil tumbuh 9-10 persen. Jika di rata-rata pertumbuhan mobil dan motor 10-12 persen.

Dengan asumsi seperti itu, semua ruang jalan yang ada bakal habis terisi oleh mobil dan motor. Volume setiap mobil dan motor dikalikan dengan jumlah mobil dan motor akan setara dengan total luas jalan Jakarta. “Kalau pun (jalan) tidak habis terisi, kemacetan bakal sangat parah,” kata Bambang.

Data Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Asosiasi Industri Otomotif, baik mobil dan motor menambah keyakinan ancaman itu bukan sekadar omong kosong. Data Polda Metro menunjukkan, pada 2007 jumlah mobil dan motor di Jakarta, masing-masing 2,2 juta dan 3,5 juta unit.

Sepanjang 2002-2007, jumlah motor di Jakarta rata-rata naik 300 ribu unit per tahun atau 897 unit per hari. Jumlah itu empat kali lipat dibandingkan pertumbuhan mobil sebesar 80 ribu unit per tahun atau 220 unit per hari. “Jumlah motor bertambah seperti kucing beranak pinak,” kata Fauzi Bowo.

Data Dinas Perhubungan DKI Jakarta tak jauh berbeda. Menurut lembaga ini, jumlah kendaraan pribadi di Jakarta bertambah 1.117 per hari atau 9 persen per tahun. Dengan rata-rata pertumbuhan sebesar itu, pada 2014, jumlah kendaraan di Jakarta saja diperkirakan bakal mencapai sekitar 3 juta unit dan motor 5,5 juta unit.

Jika diasumsikan satu unit mobil setara dengan empat unit motor, sedangkan satu unit mobil membutuhkan ruangan 12 - 15 meter persegi di jalan, maka tak bisa dipungkiri lagi, lima tahun lagi jalan-jalan di Jakarta tak bakal mampu menampung.

Itu belum ditambah kendaraan dari Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Jika wilayah yang mengitari Jakarta ini digabung, pertumbuhan sepeda motor meningkat menjadi rata-rata 526 ribu per tahun dan mobil bertambah 94 ribu per tahun. “Jadi, sudah bisa dibayangkan parahnya kondisi yang bakal terjadi,” kata Bambang.

Jika dihitung pertumbuhan mobil dan motor secara nasional, Indonesia juga tergolong yang tertinggi, seperti China dan India. Di Indonesia, rata-rata jumlah mobil bertambah 500-600 ribu unit dan motor 6 juta unit per tahun. Karena itu, tak mengherankan jika tudingan mengarah pada industri otomotif.

Namun, sudah bisa ditebak, produsen mobil dan motor sudah pasti bakal mengelak. "Kemacetan bukan gara-gara pertumbuhan jumlah kendaraan,” ujar Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor, Johny Darmawan kepada VIVAnews di Jakarta, Rabu, 17 Juni 2009.

Menurut Johny, salah jika karena kemacetan, kemudian produksi mobil dibatasi. Sebab, masalahnya bukan sekadar membuat dan menjual mobil, tapi menyangkut nasib 400 ribu karyawan yang sangat tergantung pada industri itu.

Presiden Direktur Indomobil Group, Gunadi Sindhuwinata juga berpendapat senada. Dia malah memberi contoh Jepang yang populasi mobilnya jauh lebih besar ketimbang Indonesia. Di Jepang, jumlah mobil mencapai 75,8 juta atau sepuluh kali lipat dibandingkan di sini 7 juta unit. "Tetapi, di Jepang tidak ada masalah kemacetan," ujar Gunadi yang juga menjadi Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI).

Jadi, menurut Johny dan Gunadi, yang perlu dilakukan bukanlah membatasi produksi mobil. Tetapi, bagaimana pemerintah menertibkan dan mengatur manajemen lalu lintas, termasuk menyiapkan transportasi publik yang baik dan memadai, serta mengatur areal parkir. "Misalnya, mobil tua tidak boleh di dalam kota tapi di luar kota," kata Johny.

Bambang Susantono sependapat dengan pelaku industri otomotif tersebut. Menurut dia, produsen mobil dan motor, serta konsumen pemakai kendaraan pribadi tidak bisa disalahkan atas kemacetan Jakarta. “Fenomena ledakan pengguna motor terjadi karena orang butuh mobilitas,” kata Bambang.

Ruang gerak pengguna mobil dan motor pribadi tak mungkin dibatasi karena mereka menggunakan kendaraan tersebut untuk memenuhi hajat hidup mereka dan keluarganya.

Apalagi, penyebab kemacetan bukan hanya jumlah mobil. Tetapi, juga disebabkan oleh kegiatan yang terpusat di tengah kota, populasi yang meningkat tajam di pinggiran Jakarta, serta angkutan massal yang belum memadai dan belum terintegrasi.

Bangkok saja, yang memiliki infrastruktur transportasi bagus, karena memiliki subway dan monorel. juga masih menghadapi masalah kemacetan. “Apalagi, Jakarta yang belum mempunyai transportasi massal memadai.”

Berbagai hasil survei juga menunjukkan bahwa pemakai jalan lebih suka memakai kendaraan pribadi karena mereka belum memperoleh transportasi publik yang aman, nyaman, serta jadwal yang pasti.

Apalagi, dalam satu hari ada 20 juta perjalanan di Jabodetabek. “Angkutan umum yang ada tak sebanding dengan perjalanan sebanyak itu,” katanya. “Karena itu, mereka terpaksa cari solusi sendiri-sendiri. Jadi, jangan heran jika jumlah sepeda motor meledak.”
• VIVAnews

Macet Jakarta Salah Siapa

Gubernur DKI akan membatasi gerak sepeda motor di jalanan. Jakarta macet total 2014?
Jum'at, 19 Juni 2009, 21:54 WIB

VIVAnews – HARI masih gelap ketika Darwis Mustopa, 45 tahun, mulai bersiap-siap ke Kemayoran, Jakarta Pusat. Dia tinggal di Pondok Ungu, Bekasi. Sudah sepuluh tahun ini, sejak mengajar di satu sekolah di Kemayoran, Darwis harus memacu motornya sejak subuh.

Motor adalah pilihan Darwis karena irit dan cepat. Dia akan terlambat masuk kerja jika naik bis kota. Jalanan Jakarta segera padat sesaat sebelum matahari terbit. Macet akan menghadang di setiap titik. Itu sebabnya, setiap hari dia berangkat sebelum azan subuh.

Tapi motor “irit dan nyaman” itu mungkin tak bisa lagi bebas ditunggangi di jalanan Ibukota. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, kemacetan di Jakarta kian parah. Dia menuding sepeda motor sebagai biangnya. “Beranaknya seperti kucing," kata Fauzi.

Fauzi agaknya risau melihat sepeda motor padat memenuhi jalan. Data Polda Metro Jaya menyebutkan, dari 2002-2007, rata-rata ada 250 ribu sampai 300 ribu motor baru per tahun, atau 700-900 motor per hari. Jumlah total sepeda motor di DKI pada 2007 mencapai 3,5 juta unit. Meski tak sehebat motor, pada rentang waktu sama, jumlah mobil di Ibukota sekitar 2,2 juta. Atau, meningkat 250-300 kendaraan per hari.

Pertumbuhan kendaraan itu tak sebanding penambahan ruas jalan. Jakarta hanya memiliki jalan seluas 6,2 persen, dari luas ibukota 650 kilometer persegi. Idealnya luas jalan di Jakarta 10-14 persen. Sementara, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta saja pada akhir 2007 tercatat 5,7 juta unit.

Jalan di DKI Jakarta, kata Fauzi Bowo, hanya berkembang 0,01 persen per tahun. Sedangkan jumlah kendaraan lima tahun terakhir naik 9,5 persen per tahun. Setiap hari rata-rata ada 1.127 unit permohonan STNK baru untuk 236 mobil dan 891 motor.

Itu sebabnya, Fauzi Bowo ingin membatasi gerak sepeda motor di Jakarta. "Kami tidak bisa membatasi orang beli sepeda motor. Yang bisa diatur adalah penggunaannya," ujar Fauzi Bowo. Tapi, belum begitu jelas, bagaimana peraturan pembatasan itu akan diterapkan. Fauzi tampaknya baru melempar ide, dan mau melihat riak reaksinya.

***

Para pengendara motor tak sepakat kebijakan Fauzi. “"Jangan asal membatasi, selama transportasi masih amburadul," kata Aditya, warga Pondok Labu, Jakarta Selatan. Seorang pengendara lain balik menuding Fauzi melempar kesalahan ke orang kecil. “Bukan memberi solusi, tapi menyalahkan pengguna motor," ujar Muhamad Rizal, pengendara motor asal Pondok Kopi.

Macet Jakarta adalah problem akut. Jalanan padat dan tak bergerak itu juga sangat merugikan. Satu lembaga bernama Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek (SITRAMP 2004) pernah menghitung kerugian akibat macet di DKI itu mencapai Rp 8,3 triliun. Kerugian itu mencakup tiga aspek. Pertama, kerugian biaya operasi kendaraan Rp 3 triliun. Kerugian waktu Rp 2,5 triliun, dan dampak kesehatan akibat partikel PM10 sebesar Rp 2,8 triliun.

Sepuluh tahun silam, Bappenas pernah menghitung kerugian pemborosan bahan bakar minyak akibat kemacetan. Angka untuk mobil dalam satu tahun Rp 6,5 triliun. Sepeda motor sekitar Rp 8,2 triliun. Total kerugian Rp 14,7 triliun per tahun. Ini asumsi minimal karena macet pada 2009 lebih parah tiga kali lipat dibandingkan 1998.

Selain itu, jika perkembangan kota dan sarana transportasi di DKI Jakarta dibiarkan berjalan tanpa terobosan kebijakan, maka pada 2014 Jakarta diperkirakan macet total. Begitu kendaraan keluar dari garasi, ia akan langsung lumpuh dalam antrean panjang kendaraan. Tidak bisa berkutik. Gambaran ini dikemukakan oleh Japan International Corporation Agency (JICA) setelah melihat perkembangan penduduk, kendaraan dan sarana jalan di Jakarta.

***
Betapapun sepeda motor tak bisa dituding sebagai penyebab tunggal kemacetan Ibukota. “Kalau hanya sepeda motor yang dibatasi, itu tidak memenuhi aspek keadilan,” ujar Yayat Supriatna, pengamat transportasi perkotaan. Menurut dia, mobil juga harus dibatasi jumlah pemakaiannya.

Yayat menilai, peningkatan penggunaan sepeda motor terjadi karena pemerintah provinsi tak menyediakan alternatif tranpsortasi umum yang cepat dan aman. Akibatnya, orang memilih jalan sendiri-sendiri untuk mengatasi kemacetan. Sepeda motor, karena kelincahan kenderaan roda dua itu, pun menjadi pilihan praktis.

Belum lagi, sistem transportasi Jakarta yang belum terintegrasi. Akibatnya, menggunakan kendaraan umum juga boros. Untuk ke satu tujuan, terkadang seorang penumpang harus berpindah-pindah bus. “Pendapatan warga Jakarta hampir 40 persen habis untuk transportasi,” ujar Yayat.

Jumlah itu jelas mahal. Apalagi jika dibandingkan kota-kota lain di dunia. Warga Singapura, Hong Kong, dan Tokyo, misalnya, hanya membayar 3-5 persen dari pendapatannya. Sementara itu, warga kota besar di Amerika dan Eropa hanya merogoh 5-8 persen dari koceknya untuk biaya transportasi. Itu sebabnya, sepeda motor menjadi pilihan karena lebih efektif dan murah. “Ini mekanisme pasar,” ujar Yayat.

Koordinator Forum Warga Kota Jakarta, Azas Tigor Nainggolan, sependapat dengan Yayat. “Pembatasan tak hanya berlaku pada sepeda motor, tapi semua kendaraan bermotor pribadi,” ujarnya. Alasan Tigor, 86 persen ruas kendaraan di Jakarta kini dikuasai kendaraan pribadi. Sementara, sisanya kendaraan umum. Padahal kendaraan umum mengangkut 56 persen warga. Sedangkan sisanya diangkut oleh kendaraan pribadi.

Memang, kata Tigor, sepeda motor jumlahnya jauh lebih banyak dari mobil. Tapi membatasi motor tanpa membatasi mobil adalah kebijakan tak efektif. Dia mengusulkan pemerintah provinsi lebih serius membangun pola transportasi makro. Busway, misalnya, sebetulnya sudah ideal mengatasi kemacetan. “Tapi busway baru mengadopsi 40 persen dari rancangan konsep utuhnya”, ujar Tigor.

Misalnya, perlu dipikirkan lahan parkir bagi pengguna busway yang tinggal di Depok, Bekasi dan Bogor. Mereka bisa meninggalkan kendaraan pribadinya di tempat angkutan busway. Lalu menggunakan bis cepat dan terjadwal itu masuk ke kota Jakarta.

Tigor melihat busway pun kini tak lagi tepat waktu. Seharusnya 15 menit sekali, tapi kerap kali bus itu baru datang sejam sekali. Itu pun sudah penuh penumpang. Kegagalan menjaga rutinitas dan kenyamanan, kata Tigor, adalah penyebab gagalnya busway menarik pengguna kendaraan pribadi menuju kendaraan umum.

Menurut penelitian Institute for Transportation and Development Policy, pengguna mobil beralih ke bus berjalur khusus ini hanya 7,1 persen, dan pengguna sepeda motor 15,4 persen. Sedangkan sisanya adalah peralihan penumpang angkutan umum reguler seperti metromini dan mikrolet.

Data itu menunjukkan target peluncuran bus Transjakarta belum sepenuhnya tercapai. Moda transportasi yang diluncurkan 2004 itu baru berhasil mengalihkan sekitar 22,5 persen pengguna kendaraan pribadi.

Tanpa pembenahan angkutan umum massal seperti busway, Tigor pesimis kemacetan Jakarta akan bisa dikurangi. Ia lebih mengacu pada busway, bukan angkutan massal lainnya seperti monorel dan subway, karena ongkos penyediaannya paling murah ketimbang moda transportasi massal lainnya.

Karena tak ada alternatif transportasi efektif dan murah, tentu pengendara sepeda motor seperti Darwis Mustopa misalnya, akan tetap menjalani aktivitas pagi harinya seperti biasa. Mungkin sampai 2014 tiba, jika benar Jakarta macet total, dan motor Darwis hanya boleh meraung di garasinya saja.

• VIVAnews