Saturday, November 21, 2009

Kemacetan Medan dekati titik jenuh

Tuesday, 17 November 2009 07:38

WASPADA ONLINE

MEDAN - Kemacetan lalu lintas di kota Medan sudah mendekati titik jenuh kenderaan mencapai 0,7 sampai 0,8. Kondisi ini sudah terjadi di ruas jalan tertentu, antara lain, di ruas Jalan Iskandar Muda dan Jalan Balai Kota.

“Jika persoalan lalu lintas ini tidak ditangani segera, maka 5-10 tahun ke depan, kemacetan mencapai titik jenuh total. Artinya, kendaraan sulit bergerak,” kata analis transportasi dari Universitas Sumatera Utara (USU), Sofyan Asmirza S, tadi malam.

Menurut Sofyan, kemacetan lalu lintas yang telah mengancam masyarakat kota ini disebabkan karena transportasi semakin padat. Sementara prasarana jalan dan dana pembangunan infrastruktur terbatas dari pemerintah. Untuk itu, lanjutnya, harus ada pengaturan yang lebih jelas. Sofyan mengatakan, paling tidak ada lima langkah yang harus dilakukan oleh Pemko Medan. Pertama, harus ada koordinasi sistem angkutan umum Medan Binjai Deliserdang Karo (Mebidangro) yang terintegrasi dan bisa dikendalikan.

Misalnya, perlu dibangun infrastruktur rel kereta api yang menghubungkan daerah-daerah pinggiran kota, sehingga orang yang ingin ke kota tidak harus berduyun-duyun menggunakan kendaraan masuk ke kota, melainkan cukup menggunakan sarana kereta api. Kedua, trayek transportasi umum harus diatur kembali. Kebijakan ini, lanjutnya, sangat berat dilakukan karena tidak hanya berdampak teknis tetapi berdampak sosial. Kebijakan dalam bentuk perampingan trayek ini, ujarnya, sudah pasti mengurangi jumlah angkot dan tenaga kerja.

Begitu pun, katanya, perampingan trayek ini harus dilakukan karena 10 tahun ke depan, kota ini mengalami kemacetan dengan titik jenuh kendaraan yang luar biasa. Untuk itu, lanjutnya, perampingan trayek harus dilakukan 5-10 tahun ke depan.

Beberapa sarana jembatan layang (fly over) yang sudah ada seperti di Amplas, Pulo Brayan dan akan rencananya dibangun di Jalan Jamin Ginting, Pondok Kelapa dan Kampung Lalang, menurut Sofyan, hanya menyelesaikan kemacetan di spot tertentu saja atau fly over hanya menyelesaikan kemacetan di tempat itu. Tidak terintegrasi di lokasi lain.

Ketiga, melakukan pengaturan manajemen waktu dan penggunaan jalan. Misalnya, jam sekolah. Pemko bisa mengatur jam masuk sekolah yang lebih cepat, sehingga tidak terjadi penumpukan kendaraan seperti yang dilakukan di Jakarta. Selain itu, lanjutnya, bisa membuat pengaturan plat mobil yang masuk ke kota pada waktu tertentu.

Keempat, Pemko harus membenahi terminal dan fasilitas yang berkaitan dengan angkutan umum, antara lain, kondisi fisik kendaraan, tempat berhenti maupun menunggu angkot. Kelima, Pemko harus memikirkan persoalan lalu lintas dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Misalnya, dalam pemberian izin mendirikan bangunan seperti membuka lokasi perumahaan dan pertokoan, lanjutnya, Pemko jangan hanya mengeluarkan SIMB tetapi harus memikirkan dampak lalu lintasnya dalam sebuah tata ruang. Kondisi saat ini, katanya, Pemko hanya mengeluarkan SIMB tetapi tidak memikirkan dampak lalu lintas.

Sofyan pengajar di Fakultas Teknik USU mengakui, dari beberapa hal di atas, yang paling mudah dan bisa segera dilakukan adalah poin kelima dan keempat. Paling tidak dapat mengurangi kejenuhan kendaraan menjadi 0,5 pada 10 tahun ke depan.

Penambahan kendaraan tidak terkendali setiap tahun yang tidak sejalan dengan pertumbuhan jalan, hanya nol persen, juga diakui kepala Seksi Angkutan Dishub Medan, Edu Pakpahan. Untuk angkutan umum terjadi kenaikan 11 persen per tahun. Sedangkan penambahan sepeda motor 11,96 dari tahun lalu.

Akibatnya, kota Medan diliputi kemacetan lalu lintas yang semakin parah. Dishub mencatat jumlah angkutan umum tahun 2007 sudah mencapai 1.425.943 unit. Rinciannya, mobil penumpang sebanyak 189.157 unit, gerobak 120.328 unit, bus 12.751 unit. Sementara itu, sepeda motor mencapai 1.103.707 unit ditambah becak bermotor 26.500 unit.(dat02/waspada)

Kapoltabes: Angka kecelakaan didominasi sepeda motor

Sunday, 22 November 2009 08:51

KIKI SAFITRI WASPADA ONLINE

MEDAN – Kepala Kepolisian Kota Besar (Kapoltabes) MS, Kombes Pol Imam Margono, mengatakan, angka kecelakaan di kota Medan didominasi oleh para pengendara sepeda motor. Hal itu, seiring dengan pertumbuhan kenderaan roda dua itu, sehingga membuat arus lalu lintas menjadi padatnya.

“Kecelakaan itu terjadi pada pemakai sepeda motor, karena kurangnya menjaga keselamatan dan tidak mematuhi aturan lalu lintas,” katanya, pagi ini.

Berbicara pada sosialisasi safety riding, Kapoltabes menyebutkan, berdasarkan catatan kepolisian bahwa setiap tahun 200 nyawa melayang yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas.

" Saat ini berdasarkan laporan data yang ada angka kecelakaan 200 orang meninggal dalam kecelakaan setiap tahunnya dijalan raya,sehingga dalam hal perlu kiranya mematuhi aturan lalu lintas.Tidak hanya itu kelengkapan dalam memakai sepeda motor juga harus ditaati demi keselamatan," paparnya.

Disatu sisi, Kasalantas Poltabes Medan,Kompol Sabilul Alief, mengatakan dengan adanya kegiatan safety riding, agar masyarakat dapat mengerti, dan memahami aturan berkenderaan.

Dikatakan, saat ini banyak yang belum mengetahui peraturan berlalu lintas, serta cara berkenderaan dengan baik, sehingga setiap tahunya terjadi 400 pelanggaran lalu lintas dengan angka kecelakaan 200 orang meninggal.

"Angka ini bisa meningkat untuk itulah dibutuhkan sebuah teroboson dalam mengatasi hal ini.Saat ini Undang-undang yang baru telah ada,dengan titik berat hukuman lebih besar dari Undang-undang sebelumnya,"katanya.

Sedangkan, Arifin Posmadi selaku General Manager CV Indako Trading Co mengatakan, kegiatan "Honda Fiesta" merupakan perayaan produksi motor Honda ke-25 juta di Indonesia dan bentuk rasa terima kasih Honda kepada masyarakat Indonesia sebagai konsumen yang telah memberi kepercayaan kepada Honda selama hampir 40 tahun.

“Semuanya ini tidak terlepas karena di Indonesia, Honda menjadi produsen sepeda motor pertama yang mampu memproduksi motor sebanyak 25 juta unit bahkan juga pertama kali di ASEAN. Hal ini menjadi dasar dan juga sebagai bentuk apresiasi kepada konsumen Honda, khususnya masyarakat Sumatera Utara dalam hal ini Kota Medan,” katanya.
(wol22/wol-mdn)

Tuesday, November 3, 2009

JALUR SEPEDA Menuju Kultur Hidup Sehat



Bersamaan dengan dibangunnya angkutan umum massal berbasis bus atau bus rapid transit (BRT) Metrobus, Mexico City pun membangun jalur sepeda. Trek sepeda ini dibangun di antara taman, hutan kota, dan pusat-pusat bisnis di kota itu.

Senin, 2 November 2009 |Oleh Pascal Bin Saju
KOMPAS.com - Pada saat naik Metrobús di Mexico City, pekan lalu, dari dalam bus tampak mencolok sebuah jalur khusus bercat merah di tengah jalan raya yang padat kendaraan. Jalur selebar dua meter itu kadang- kadang melintasi median jalan, bahu jalan, taman, bahkan trotoar atau pedestrian. Jalur khusus itu tidak lain adalah jalur sepeda atau bicicleta. Di setiap persimpangan jalur terpasang rambu tanda larang bagi kendaraan lain, kecuali pejalan kaki dan pesepeda. Jalur itu tampak lengang, hanya sesekali beberapa orang bersepeda melintas.

Meski jalan macet, tidak ada satu pun pengendara mobil atau motor menerobos jalur sepeda— sama seperti terhadap jalur Metrobús. Selain dibangun paralel dengan jalan utama, jalur sepeda juga menyeberangi jalan raya yang padat lalu lintasnya atau melintasi tanjakan jembatan. Jalur ini menembus pusat bisnis, perkantoran, permukiman, taman, dan hutan kota. Pemerintah juga menjamin keselamatan pengendara dan penggemar olahraga bersepeda dengan sterilisasi jalur.

Mexico City memiliki sekitar 7,4 kilometer jalur sepeda. Kompas berkesempatan mencoba menikmati kenyamanan jalur sepeda ini dengan mengayuh sejauh lebih kurang lima kilometer melintasi pusat-pusat bisnis, perkantoran, permukiman, taman, dan hutan kota. Jalur sepeda dibangun dengan mengambil ruas jalan yang sebelumnya buat kendaraan bermotor. Ketika sudah menjadi jalur sepeda, di setiap ujung jalur diberi rambu atau penanda bergambar orang sedang berjalan dan sepeda. Artinya, jalur itu dikhususkan bagi pesepeda dan pejalan kaki.

Dhyana Quintanar Solares, Koordinator Strategi Mobilitas Sepeda—berada di bawah Badan Pengendali Lingkungan Hidup Mexico City—mengatakan, pemerintahnya berambisi membangun jalur baru. Pada tahun 2010 akan dibangun tiga jalur baru lagi dengan panjang total 21,2 kilometer. Pemerintah Guadalajara, kota terbesar kedua setelah Mexico City berpenduduk 4 juta orang, memutuskan membangun jalur sepeda paralel dengan Koridor II Macrobus. Pembangunan Koridor II dan jalur sepeda sepanjang 16 kilometer (10 mil darat) dimulai akhir Oktober atau awal November 2009.

Jumlah warga Mexico City yang mengendarai sepeda ke tempat kerja dan sekolah cukup banyak. Menurut Dhyana, pada tahun 2007 ada 100.024 orang per hari atau 1 persen dari total 12,11 juta perjalanan per hari saat itu. Pembangunan jalur sepeda di Mexico City akan dilakukan seiring penambahan koridor baru Metrobús. Guadalajara akan melakukan hal serupa pada saat menambah koridor Macrobús. Tidak cukup membangun BRT dan MRT. Harus ada juga jalur sepeda.

Sejak dibangun hingga sekarang, jalur sepeda di Mexico City memang belum begitu ramai. Dhyana tidak menolak fakta itu. ”Jumlah perjalanan dengan sepeda baru sekitar 100.024 orang per hari. Namun, itu sudah luar biasa. Target kami sebenarnya cukup lima persen saja pada tahun 2012.”

Hari wajib bersepeda

Dia menjelaskan, strategi terbaik meningkatkan mobilitas dengan sepeda ialah membangun infrastrukturnya serta sosialisasi yang kuat pula kepada semua lapisan masyarakat. Bukan sebaliknya, menunggu tumbuhnya jumlah pengguna atau pengendara sepeda.

Guna meningkatkan kembali animo masyarakat menggunakan angkutan yang ramah lingkungan, Pemerintah Mexico City melakukan beberapa langkah strategis. Selain sosialisasi ke sekolah, perguruan tinggi, kantor, dan permukiman, juga penerapan hari wajib bersepeda.

Pada setiap hari Senin pertama setiap bulan, semua pegawai pemerintah, termasuk walikota, wajib bersepeda ke kantor. Selain itu, badan pengendali lingkungan hidup juga mengadakan kegiatan bersepeda setiap hari Sabtu atau Minggu, yakni program muévete en bici dan ciclotón.

Dua program ini pada dasarnya sama, kecuali berbeda dalam hal jarak tempuh. Muévete en bici adalah acara bersepeda yang diwajibkan setiap akhir pekan di distrik kota tua Mexico City (diikuti lebih dari 15.000 orang). Ciclotón dilakukan distrik-distrik lain di seluruh Mexico City.

Selama kegiatan berlangsung (pukul 08.00-14.00), jalan-jalan yang dilalui sepeda tertutup total untuk kendaraan penebar polusi. Bahkan, mulai tahun 2010, semua area kota tua ditutup total untuk kendaraan bermotor. Wilayah itu hanya boleh untuk jalan kaki dan sepeda. Di Bogota, Kompas juga berkesempatan mengikuti hari bersepeda pada hari Minggu.

Tidak sulit membangun jalur sepeda seperti itu. Direktur ITDP Indonesia Milatia Kusuma menyebutkan, kunci utama adalah ada kemauan politik yang kuat dari pemerintah untuk menata kotanya menjadi layak huni atau manusiawi. Mexico City dan Bogota sudah menunjukkan kemampuan itu.

Koordinator Bike to Work (B2W) Jakarta Toto Sugito mengatakan, saatnya Jakarta membangun jalur sepeda. Jalur sepeda tidak memerlukan investasi atau dana yang besar karena bisa menumpang bahu jalan yang ada dengan hanya memberi garis pemisah yang tegas.

”Pembangunan infrastruktur tidak sulit karena jalur sepeda bisa menumpang pedestrian atau cukup mengambil bahu jalan utama yang sudah ada. Kalau belum mau membangun jalur sepeda, paling tidak utamakan tempat parkir atau penitipan sepeda,” kata Toto.

Sama seperti MRT dan BRT, pembangunan jalur sepeda adalah bagian strategi menjadikan Mexico City dan Bogota menuju manusiawi, kota sehat, dan layak huni. Kota seperti itu memiliki karakter antara lain kemudahan bertransportasi bagi warga dan bebas polusi, termasuk dari kendaraan bermotor.

Keseriusan Mexico City dan Bogota membangun jalur sepeda itu juga ditunjukkan sejak perencanaannya yang melibatkan sejumlah perguruan tinggi ternama. Dalam kondisi jalan macet, menurut hasil riset itu, sepeda lebih cepat menempuh suatu jarak yang sama dibandingkan mobil.

Misalnya, untuk menempuh jarak 8 kilometer, pesepeda dapat menembusnya dalam waktu 30 menit dengan kecepatan 16 kilometer per jam. Sebaliknya, pengendara mobil lebih lambat, yakni memerlukan waktu 40 menit tetapi kecepatannya hanya 12 kilometer per jam.
Sumber : Kompas. Senin 2 Nov 2009